Sudah lama aku tak merindukanmu…
Padahal sedetik yang lalu aku mengingatmu. Tapi detik ini, aku hanya mengingati diriku sendiri. Lalu buntu. Tak ada rangkaian kata untukmu. Ah, tapi mungkin kau tak butuh. Ya, siapa yang butuh? Aku yang membutuhkanmu. Aku tak akan pernah tahu gelap tanpamu. Aku tak akan pernah tahu cahaya tampamu. Jadi siapa yang butuh? Aku yang butuh! Tapi, kenapa kau yang mencintaiku? Dan kenapa kau yang menangis untukku? pertanyaan untukku sendiri. Sungguh diri yang tak tahu diri. Bagaimana bisa, detik ini, aku tak menangis membayangkan tangisanmu saat sakratul maut dan terus berbisik, “Ummati…Ummmati…Ummati…”?
Sudah lama aku tak merindukanmu…
Sehari kemarin sempat ada satu detak jantungku untukmu. Tapi hanya satu. Itupun saat kuingat engkau yang mengenalkanku padaNya. Dan itupun saat kuingat Dia yang menguasai hidupku. Itupun saat kuingat kematianku. Ah, hari ini tapi siapa yang ingat mati lebih dari satu menit? Hidup masih terlalu menggiurkan untuk kutinggalkan dengan berpikir mati dan kehilangan segalanya. Itupun…Astagfirullah, dimana penghormatanku untukmu?
Sudah lama aku tidak merindukanmu…
Sebulan kemarin masih ada ungkapan cinta untukmu. Rindu, getar, gerak, aku ingin kau disini. Karena mata, telinga, dan hati, lelah menerima dunia tanpamu. Tercerai, terberai, terombang-ambing, seperti sabdamu, 14 abad yang lalu! Bagaimana bisa aku mendustakanmu? Menganggapmu tukang sihir, atau manusia yang terobsesi menguasai dunia, keterlaluan. Menganggapmu bukan siapa-siapa, itu sungguh gila! Kata mereka Muhammad hanyalah orang yang gila jabatan, membuat tuhan bernama Allah dan basa-basi bernama Islam. Bagaimana bisa mereka lupa bahwa engkau seorang buta huruf? Tapi umatmu, kasih, mungkin juga termasuk aku, seperti dicuci otak. Tak percaya lagi padamu.
Sudah lama aku tak merindukanmu…
Setahun kemarin masih terjiwa ketaatan padamu. Wujud cinta pasukan pada panglima, seperti sabdamu, adalah ketaatan. Karena sabdamu, “barangsiapa mencintaiku, pasti Allah mencintainya, dan barangsiapa dicintai Allah, niscaya Dia memasukkannya ke dalam surga.” Bagaimana bisa mencintaimu tanpa taat padamu? Karena engkau bukan sekedar uswah. Engkau adalah pemimpin. Kutaruh kepercayaanku padamu, juga seluruh hidupku pada risalahmu. Sungguh berat bebanmu wahai Rasul, tapi umatmu hari ini merasa kau hanya sekedar pembawa kebaikan, sedangkan keselamatan terserah masing-masing. Mungkin juga aku. Beginilah, Kasih, dunia tanpamu dan Umat tanpa pemimpin.
Sudah lama aku tidak merindukanmu…
Tiga tahun kemarin setiap mengingatmu aku menangis, muak pada dunia. Bisa apa aku ditengah buih seperti ini? Aku hanya debu, yang tak punya massa. Setiap mengingatmu aku berandai-andai hidup bersamamu, agar debu ini bisa menyatu dengan debu lainnya dan menggebrak dunia dengan kebenaran. Andai-andai yang tak mungkin terjadi. Dan aku menangis lagi…
Sudah lama aku tak merindukanmu…
Dua puluh tahun yang lalu aku menangis, pertama kali menyentuh dunia. Dan Ayahku- Muhammad, menamakanku dengan mengingatmu, Muhammadku tercinta, menamakanku dengan nama istrimu. Aku menangis…pertama kali…dengan bibit cinta padamu.
Sudah lama aku tak merindukanmu…
Detik ini, sungguh malu aku sedetik melepasmu dari hatiku, karena aku selalu dipikiranmu sejak 14 abad yang lalu.
Sudah lama aku tak merindukanmu…
Hari ini…aku ingin di sakratul maut…menyebut namaNya, dan namamu. Kejutan terindah adalah mendapati namaku ada pada daftar jajaran pasukanmu di padang mahsyar nanti.
Jatinangor, gedung farmasi D6, 18 Februari 2011, 11.30-16.37
Lalu buntu…tak bisa berkata-kata indah untukmu
*curhat*
No comments:
Post a Comment