Friday, November 9, 2012

Jangan Bicara


Jangankan saat bicara, saat bernapas saja bisa mengurangi pendengaran terhadap suara dunia luar..

Kadang kala, seseorang harus menahan napas untuk bisa mendengar suatu suara kecil..

Benar...sering kali juga napas seseorang harus berhenti dulu untuk bisa mendengar suaraNya..

Sesuatu tidak perlu terlalu kecil untuk dapat tidak teraba indera. Karena bulatan bumi terlalu besar lah kita jadi tidak bisa melihatnya...



Jakarta, 09112012, 14.05

Kalau ingin mendengarNya bicara padamu, na, jangan sambil bicara. Jangan bicara.

Thursday, November 8, 2012

"Dunia bilang, kau bodoh!"


Pekerjaan apa yang paling bagus? Hmm..dokter? Jadi dokter itu biaya pendidikannya mahal, tapi kabarnya balik modalnya juga cepat. Apa jadinya dunia tanpa dokter. Insinyur? Tidak tahu lah lebih mahal biaya pendidikan insinyur atau dokter, tapi pekerjaan itu juga tampak cemerlang. Tanpa insinyur, apa jadinya dunia. Pengusaha, profesi yang saat ini digandrungi karena diketahui sangat menjanjikan untuk menghasilkan benefit yang jauuuh lebih besar dari presiden manapun di dunia, mengambil kesempatan sekecil apapun, bahkan  hal-hal  yang Tuhan berikan secara gratis untuk manusia, bisa mereka buat menjadi berbiaya saaaangat besar. Politisi, yang juga meng-uang-kan jasa 'mengatur negara'.

Perawat, Farmasis, Penulis, Scientist, Dosen, Guru, Sekertaris, Artis, Editor (agak narsis), dan lain-lain...semuanya, mana yang paling bagus? Jawaban kita masing-masing pasti ada di salah satu profesi tersebut.

Bagaimana dengan buruh, petani, sopir angkot, satpam, office boy, ibu rumah tangga?

Saat ini, ada hal yang mutlak di kepala manusia ketika memilih pekerjaan. 'Materi' dan 'Kedudukan'.

Sebagian memilih mana yang menghasilkan materi yang paling besar. Sebagian lagi memilih mana yang bisa mengendalikan orang paling banyak.

Saat ini, manusia yang tidak begitu dianggap bodoh sehingga, Ya Tuhan, berapa banyak orang yang depresi karena tidak dapat pekerjaan yang layak? Berapa banyak buruh dan petani yang tertekan dengan kecukupannya? Berapa banyak ibu rumah tangga yang tidak sepenuh hati menjalankan tugasnya, merasa iri dengan wanita-wanita karir yang tampak keren? Berapa banyak orang yang menganggap mati lebih mudah daripada hidup hanya karena tidak bisa bertahan hidup dengan pekerjaannya saat ini? Merasa dirinya bodoh dan tidak berguna...

Tapi tahukah kau, bahwa dunia saat ini terbalik-balik, hitam jadi putih, putih jadi hitam, bodoh jadi pintar, dan pintar jadi bodoh? Dan sebodoh-bodohnya orang adalah orang pintar yang disebut bodoh dan percaya begitu saja bahwa dirinya bodoh.

***

Dunia yang membuatnya begitu. Tepatnya, konspirasi 'cinta-dunia' dan 'Iblis' (jin dan manusia). Ada semacam lingkaran setan yang mengikat dunia, sehingga apa pun yang kita lakukan menjadi tidak ada gunanya, di sini (kehidupan) dan di sana (akhirat).

Kita hanya punya satu kali kesempatan hidup, sedangkan 'profesi' bukan satu hal yang menjadi tugas utama. Masalahnya, 'profesi' saat ini menjadi hal yang utama di pikiran manusia. Ajaibnya, hal ini juga bisa membuat manusia ingin mati, merasa bodoh dan terhina.

Kalau sampai kita mati nanti dunia belum jga berubah, satu kehidupan yang kita miliki itu, relakah kita menyia-nyiakannya hanya untuk meratapi hal-hal yang tidak bisa kita capai? Kalau sampai kita mati nanti dunia belum juga berubah, untuk membuat diri kita menjadi berharga, kenapa tidak kita ubah saja 'pikiran' kita?

***

Benar, kalau kita melandaskan segala sesuatu pada 'materi' dan 'kedudukan', kita tidak akan menjadi terhormat. Tapi, tanpa petani, orang-orang tidak akan bisa makan. Tanpa buruh, industri tidak akan berjalan. Tanpa ibu rumah tangga, tidak akan ada generasi muda yang menjanjikan. Tanpa kita yang melakukan pekerjaan kita saat ini...dunia akan berjalan berbeda.

Dan kita juga tidak bisa menilai seseorang bodoh hanya karena dia tidak menjalani apa yang kita jalani, apa yang kita anggap paling sukses. Setiap orang punya jalannya masing-masing.

Terlepas dari itu semua, Allah menyediakan jalan, Allah juga memiliki ketentuan. Perasaan 'berharga' yang kita miliki bagi dunia akan memunculkan syukur, syukur akan memunculkan ikhtiar-dan-tawakkal, ikhtiar-dan-tawakkal akan memunculkan fokus kita pada pekerjaan utama kita di kehidupan, profesi paling mulia: hamba (QS 51:56)  dan khalifah (QS 2:30).

Biarkan saja dunia dengan semua persepsi yang diciptakannya. Kita bisa ciptakan persepsi kita sendiri. Kalau kita lepaskan 'materi' dan 'kedudukan' dari pandangan, tidak akan ada pekerjaan yang lebih tinggi atau lebih rendah. Kita akan merasa terhormat, kita juga akan menjadi lebih menghormati semua orang, dan semua profesi.

Fokus.
Dengan apa yang kau miliki dan yang kau mampu, na.
Dunia yang memakimu karena melepaskan kesempatan yang menurut mereka besar, abaikan saja!

Jakarta, 8 November 2012, 09.10
Tanpa editor, makan tuh buku teks berantakan ^_^

Wednesday, October 31, 2012

Ternyata itu tempatMu



Dzuhur, duduk diam sehabis shalat.

Sekarang aku sadar.
Setiap kali aku duduk sehabis shalat, berpikir aku bicara denganMu, aku bicara dengan diriku sendiri.
Setiap detik aku berjalan, setiap kali aku berpikir, kupikir aku bicara denganMu, ternyata bicara dengan diriku sendiri.

Sejak kapan Kau menghilang dariku, Allah, aku sama sekali tidak ingat. 
Sejak kapan aku lari dariMu, Allah, aku sama sekali tidak ingat.

Lubang sangat besar di hatiku itu, yang membuatku sulit bernapas itu, ternyata, itu tempatMu.


Jakarta, 31 Oktober 2012, 13.50

Friday, September 14, 2012

Antara Kau dan Hewan Peliharaanmu



Di sekitarmu selalu ada orang-orang yang kau sayangi, dan kau juga punya hewan peliharaan yang kau sayangi...Dengan siapa kau lebih sering bermain? Dengan orang, atau dengan hewan kesayanganmu?


Pasti orang lah ya...Kalau diamati, semua orang yang 'curhat' sama hewan piaraan itu memang karena tidak ada satu 'orang' pun yang bisa dia ajak bicara. Selama ada orang, hewan bisa jadi nomer dua.

***

Bagaimana rasanya jadi hewan kesayangan? Yah, siapa yang tahu. Mereka setia karena majikannya yang memberinya makanan. Sepenuhnya karena makanan atau tidak, siapa yang tahu...yang jelas, sesetia apapun hewan peliharaan, sesayang apapun majikan terhadap mereka, mereka tetap nomor dua...

***

Tapi, apa itu jadi masalah buat mereka? Mungkin tidak...itulah bedanya hewan dan manusia. Mereka menjalankan tugas tanpa berpikir, sedangkan manusia terlalu banyak mikir.

Hewan mengenali majikannya tanpa banyak bertanya, tanpa banyak ragu. Manusia? Mungkin malah ga ngeh punya majikan.

Mungkin itu sebabnya juga, tidak ada hewan yang masuk neraka, meskipun mereka nomor dua.

***

Sebenarnya yang ingin kutulis saat memulai penggalan ketiga adalah : apa aku ini hewan peliharaan, yang selalu jadi cadangan untuk mereka?

Tapi hatiku, jalan pikiranku, dan jariku, ternyata bukan aku yang punya.

Allah selalu memberiku kejutan saat menulis. Setiap aku ingin menulis sesuatu, Dia membuatku menulis sesuatu yang lain. Itulah sebabnya, aku ingin menuruti majikanku tanpa berpikir.























Jakarta, 14 September 2012, 13.30
Inspired by Sang Chu (To The Beautiful You, Episode 10)

Sunday, September 2, 2012

Kerangka Politik Islam

..Kerangka Politik Islam (huft, beurat)

ada tiga pilar:

1. Tauhid => HANYA Allah saja-lah yang diakui sebagai pencipta, pemelihara, dan pemilik alam semesta. HANYA Allah saja-lah yang memiliki kedaulatan, HANYA Allah saja lah yang berhak mengeluarkan perintah dan larangan.

2. Kerasulan (risalah) => Media yang menyampaikan hukum Allah kepada kita... ada dua: AlQur'an (hukum dari Allah) dan Sunnah (Penafsiran otoratif Kitab Allah dan penerapannya yang dicontohkan oleh Rasulullah saw berupa model SISTEM kehidupan islam yang merupakan tataran praktis penerapan Hukum Allah)

AlQur'an + Sunnah = Syari'ah

3. Khilafah (Perwakilan) => Kedudukan manusia di bumi adalah sebagai wakil Allah. Konsep ini seperti contoh begini :
"Misalnya kita punya sebidang tanah. untuk mengurusnya, kita tunjuk seseorang atas nama kita, dengan empat persyaratan : (1) HAK MILIK tanah tetap di tangan kita, bukan wakil tersebut. (2). dalam mengurus tanah tersebut, dia harus bertindak SESUAI PERINTAH kita. (3) wewenang wakil berada dalam BATAS-batas yang kita tentukan. (4) dalam menjalankan tugasnya, ia hanya boleh melaksanakan kehendak dan memenuhi TUJUAN KITA, bukan kehendak dan tujuannya sendiri."

Konsep POLITIK ini hanya HARUS dilaksanakan oleh masyarakat ISLAM, karena seseorang yang berISLAM diHARUSkan mengikuti apa yang Allah PERINTAHkan dan Rasulullah CONTOHkan...

--Hak Asasi Manusia Dalam Islam, Abul A'la Maududi, 1976--
.
.
.
.
.
ISLAM di Negaramu, bagaimana? n_n


Monday, August 13, 2012

Tanya Jawab Aku dan Tuhan


Ronde pertama rutinitas setiap pagi adalah melintasi dua wanita lanjut usia yang sedang menyapu halaman rumahnya. Wanita pertama kusalami dan kucium tangannya meski tanpa basa-basi, sebab beliau adalah mertua adik iparnya tante tiri-ku. Wanita kedua kutemui di halamannya yang dekat selokan super ga enak baunya. Kusapa setiap pagi "permisi, bu" dan "mari, bu", wajahnya terlihat senang, cantik dengan wajahnya yang habis oleh keriput.

Keduanya, setiap hari selalu meninggalkan jejak pertanyaan di pikiranku. Apa saja yang mereka alami ketika menjadi aku? Tapi semua pertanyaan selalu kujawab sendiri.  Kepalaku mengkhayal sedemikian rupa membayangkan masa lalu mereka.

Tapi pagi ini sedikit berbeda. Bukan tentang dua wanita lanjut usia rutinitas pagiku.

Setelah melompati selokan dan menyusuri beberapa meter jalan setapak menuju beberapa meter gang sempit sela-sela dinding rumah yang nyaris berdempet (bayangkanlah :D), keluar dari gang, seorang kakek berlarian mengejutkanku, mengejar sepeda tukang jamu.

Kakek itu berlari, seperti anak 1,5 tahun yang belajar berjalan dan berlari. Ringkih, tertatih, terhuyung-huyung, tetapi berlari.

Di detik kejutan itu, aku mendapat jawaban yang tidak aku pertanyakan. Jawaban --atau tepatnya teguran-- tentang masa depan : Kalau tidak mati, kau pasti kembali menjadi anak kecil.

Aku bertanya tentang masa lalu, Tuhan memberiku jawaban tentang masa depan.

Tertegun.












13 Agustus 2012, 12.30
jam istirahat, ngantri sholat

Sunday, July 29, 2012

Ternyata Sabar itu Iman


Reaksi setiap orang ketika mendengar atau melihat suatu berita akan berbeda. Dan jika kita mengamati sedikit lebih jauh, kita akan menemukan bahwa hampir setiap berita sekarang ini selalu merupakan kabar buruk. Belakangan yang santer terdengar yaitu isu naiknya harga BBM april mendatang. Ada yang tercengang, ada yang merenung, ada yang biasa saja, ada yang marah, ada yang frustasi, mungkin juga ada yang malah merasa senang, wallahu’alam. Pun, akibatnya pada setiap orang juga akan berbeda. Ada yang tidak terpengaruh, ada yang semakin berjaya, namun jauh lebih banyak yang tercekik—mengingat lebih dari separuh dari seluruh masyarakat Indonesia merupakan kelas pas-pasan ke bawah.

Belum lagi ‘derita negeri’ lainnya; korupsi, pembunuhan, perampokan, kecelakaan, bencana alam, dan kawan-kawannya. Kalau ada saja satu orang yang dengan rajin menghitung persentase berita buruk dengan berita baik di negeri ini, mungkin hasilnya akan 99% berita buruk di seluruh bidang, baik ideologi, politik, ekonomi, sosial, budaya, dan hankam, yang semuanya saling berkait. Salah satu contohnya saja, efek dari naiknya harga BBM kali ini akan membuat harga-harga yang lain juga naik. Kebutuhan hidup meningkat, namun penghasilan tetap. Yang sebelumnya terpuruk, akan makin terpuruk. Mengingat satu sabda Rasulullah, bahwa kefakiran sungguh dekat dengan kekufuran, hidup yang tercekik akan membuat siapapun akan berbuat apa saja untuk memenuhi kebutuhan hidupnya, termasuk mencuri, membunuh—menghalalkan segala cara. Dari masalah ekonomi melebar ke masalah sosial.

Semakin lama akan semakin sedikit jumlah orang ‘waras’ di negeri ini. Sebagai individu, ada dua pilihan bagi kita : ikut terhanyut atau melawan arus. Dari akal sehat kita akan dapatkan jawaban untuk melawan arus, atau minimal bertahan dari kekufuran ditengah kefakiran. Namun, sunnatullahnya, Allah men-setting ujian untuk senantiasa meningkat. Apa, yang akan bisa membuat kita bertahan?

Firman Allah ta’ala, “Dan mintalah pertolongan dengan sabar dan shalat.” (QS. Al Baqarah [2]: 45). Jika sabar sudah, shalat sudah, tetapi maksiat tetap berlanjut, berarti ada sesuatu yang harus diluruskan.

Persepsi umum masyarakat tentang sabar adalah pasrah. Bukan pasrah pada Allah, namun pasrah pada keadaan. Orang sabar, (maaf) pantatnya lebar. Pelesetan ini sudah sering kita dengar. Tapi memang begitulah adanya. Orang yang sabar adalah orang yang duduk manis dan menerima apapun yang terjadi tanpa berbuat sesuatu, seolah pintu penyelesaian dari suatu masalah tidak pernah ada.

Ibnul Qayyim pernah berkata“Kedudukan sabar dalam iman laksana kepala bagi seluruh tubuh. Apabila kepala sudah terpotong maka tidak ada lagi kehidupan di dalam tubuh.” Menurut Syaikh Muhammad bin Shalih Al ‘Utsaimin rahimahullah, sabar adalah meneguhkan diri dalam menjalankan ketaatan kepada Allah, menahannya dari perbuatan maksiat kepada Allah, serta menjaganya dari perasaan dan sikap marah dalam menghadapi takdir Allah (Syarh Tsalatsatul Ushul, hal. 24). Sabar merupakan sikap optimisme seorang mukmin atas segala hal yang dihadapinya. Setiap masalah akan selalu ada jalan keluar, dan juga, setiap masalah tidak akan melampaui batas kemampuan diri.

Karena sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan, sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan.Maka apabila kamu telah selesai (dari sesuatu urusan), kerjakanlah dengan sungguh-sungguh (urusan) yang lain. dan hanya kepada Tuhanmulah hendaknya kamu berharap.” (QS. Al-Insyirah :5-8)

Allah memerintahkan kita untuk mengerjakan urusan, dan berharap hanya pada Allah. Kemudian, “Allah tidak membebani seseorang melainkan sesuai dengan kesanggupannya. Ia mendapat pahala (dari kebajikan) yang diusahakannya dan ia mendapat siksa (dari kejahatan) yang dikerjakannya,” (QS Al-baqarah : 286)

Jika seseorang memiliki keyakinan atas apa yang telah Allah janjikan dalam firman-firmannya, disitulah kesabaran akan bekerja. Apapun yang terjadi, seberat apapun tantangan yang dihadapi, ia akan teguh dalam ketaatannya. Keyakinan yang akan membuat dia percaya akan ada akhir yang baik dari apa yang diusahakannya. Juga tentang ujian yang terus akan meningkat, dia akan sama sekali tidak keberatan.

“Apakah manusia itu mengira bahwa mereka dibiarkan (saja) mengatakan: "Kami telah beriman", sedang mereka tidak diuji lagi?” (QS Al-Ankabut : 2)

Ujian bagi orang beriman akan menimbulkan kesyukuran, karena justru keimanannya lah yang mendatangkan ujian. Dan bentuk kesyukuran itu adalah sabar dan tawakalnya pada Allah. Pada akhirnya, sabar adalah keimanan itu sendiri. Semakin yakin seseorang pada Allah, semakin kuat dia menghadapi apapun dalam ketaatan. Kesabaran yang sejati tidak akan membuat seseorang keluar dari jalur ketaatan pada Allah swt. Artinya, jika ujian, masalah, kesenangan, apapun itu, masih melalaikan kita dari ketaatan pada Allah, maka pertanyakanlah iman kita.

Lain daripada itu semua, imbalan yang ini pasti sangat menggiurkan. Allah ta’ala berfirman kepada penduduk surga, “Keselamatan atas kalian berkat kesabaran kalian.” (QS. Ar Ra’d [13] : 24).

“Mereka itulah orang-orang yang dibalas dengan kedudukan-kedudukan tinggi (di surga) dengan sebab kesabaran mereka.” (QS. Al Furqaan [25] : 75).

Jika ketidaksabaran dapat menjerumuskan kita pada kelalaian dan kekufuran—dan pada akhirnya neraka, maka kesabaran juga merupakan  syarat mutlak untuk kita bisa membeli surga Allah. Setelah memahami ini semua, rasanya tidak ada jalan lain bagi kita selama hidup di tengah kefakiran dan kekufuran, selain bersabar dan tawakal.

“Hai orang-orang yang beriman, bersabarlah kamu dan kuatkanlah kesabaranmu dan tetaplah bersiap siaga (di perbatasan negerimu) dan bertakwalah kepada Allah, supaya kamu beruntung.” (QS Ali-Imran : 200)

Wallahu’alam bish shawab

untuk Buletin Keluarga Sakinah DPU-Daarut Tauhid
Edisi Maret (atau April ya?) 2012

Seumpama : perang kali ini..

Seumpama prajurit yang ditinggal pasukan ke medan perang..
bukankah Ramadhan itu medan perang?
sementara yang pasukan berperang, satu prajurit masih ditempa dirinya..
setidaknya Ramadhan masih berarti sesuatu..

Seumpama prajurit-siap-mati abal-abal..
prajurit-prajurit yang lukanya dibiarkan basah, atau membiarkannya tetap basah..
segores luka yang melahirkan sejurang neraka..
sejurang neraka untuk satu kemunafikan..
bukankah hanya iman yang membawa kami ke surga?
bukankah hanya iman yang mengeringkan semua luka?
setidaknya Ramadhan bagi kami masih berarti sesuatu..


Seumpama prajurit yang seumpama ikan..
yang pasukan adalah air baginya..
prajurit yang terpisah dari pasukan, seumpama ikan yang terpisah dari air, katanya
ikan yang mati, betapa banyakpun air yang dikirimkan (lagi), dia akan tetap mati, katanya

Tapi prajurit yang sekarat, yang seumpama ikan yang sekarat..
air...bagaimana bisa ku kejar?

Seumpama prajurit yang kehilangan medan perang...
seumpama Ramadhan yang kehilangan Badar...
bulan mulia adalah selalu peperangan..
bukankah aneh, ramadhan tanpa keringat dan darah?

Seumpama prajurit abal-abal yang sekarat yang seumpama ikan yang sekarat..
Ramadhan, ketika raga berdarah-darah untuk TuhanNya, bukankah ia yang menjanjikan surga?

Darah ini justru membuatku tampak segar..

Monday, July 16, 2012

Terjagalah..!

Bukankah biasanya harimu selalu melelahkan? Bukankah biasanya tidurmu adalah karunia luarbiasa dari Allah karena kelelahanmu untukNya?

Kali ini Dia membuatmu terjaga sepanjang hari dan malam, apakah kau lelah? Sudah lama sekali sejak kau mencintaiNya...

Berpikirlah...Terjagalah...

Ramadhan kali ini akan mencambukmu kuat-kuat...jika kau masih tidak merasakan apapun, bisa dipastikan, hatimu sudah membatu...

Terjagalah...Hana!
​16 juli 2012, Kosan
Di sela-sela insomnia...

Saturday, July 7, 2012

..tidak sesederhana itu


Awalnya jelas. “dan tidak Aku ciptakan jin dan manusia melainkan agar mereka melaksanakan ibadah kepadaKu,” (QS 51 :56). Tetapi memang tidak sesedarhana itu. Paling tidak, banyak dari kita yang muslim merasa tidak SESEDERHANA itu. Karena dunia kebendaan sudah begitu terbuka lebar, menawarkan berjuta suka cita. Kita disudutkan, diperangkap, dan dikotak-kotakkan ke dalam kesalahpengertian. Kita jadi berpikir dan bersikap lain.

Adakalanya, kita perilakukan Tuhan layaknya manusia. Cukuplah dengan sekadar sanjungan, persembahan, dan sedikit peribadahan dalam saat-saat tertentu. Selebihnya, kita menjadi  ‘pelayan’ bagi sesuatu yang lain. Dengan ini kita MERASA telah beribadah.

Atau, kita anggap dunia sebagai rumah penjara. Tubuh adalah ruang tahanan jiwa. Dan antara kesucian serta pencarian aspek kebendaan adalah dua hal yang sulit dipertautkan. Kita tanggalkan dunia. Lari ke pojok-pojok terpencil, membuang dan menyiksa diri. Kita sebut nama Tuhan berulang. Dengan itu kita menganggap sampai kepada puncak kekuatan ibadah. Kita MERASA telah beribadah.

Lalu apa yang bisa diharapkan dari keduanya? Bagaimana kiranya Tuhan berkenan atas pelayanan itu? Bagaimana pula masyarakat muslim bisa terbentuk karenanya?

(Sayid Abul ‘Ala Maududi, Dua Pilar Islam dalam Sistem Peribadatan, 1983)