Tuesday, April 16, 2013

Manusia-Manusia Autis


images (4)

Orang-orang bilang, orang autis itu orang yang punya dunianya sendiri. Sebenarnya bukan hanya autis, toh, penyakit-penyakit yang menyerang otak (saraf). Autis hanya istilah awam untuk orang-orang yang mengalami keterbelakangan mental. Latar belakangnya bisa berbeda-beda. Ada yang memang diserang virus, ada yang memang kelainan bawaan, dan lain-lain. Pada dasarnya, orang-orang ini bisa dibilang ‘tidak bisa membedakan antara khayalan dan kenyataan’.

***

Saya mengamati respons peserta terhadap dua presentasi yang berbeda, tetapi dengan inti yang sama. Intinya, presentasi ini ditujukan untuk menerbitkan buku di perusahaan X. Ada banyak faktor yang dapat menentukan reaksi peserta. Alur penyampaian, gaya presentasi, intonasi, gestur, interaksi, dan sebagainya. Yang lainnya saya tidak mengerti, yang saya tahu adalah, bagaimanapun tidak menariknya suatu presentasi, suatu dasar penyampaian materi dapat menjadi suatu titik yang sangat menentukan apakah saya akan terajak oleh suatu paparan persuasif selanjutnya atau tidak.

Pada intinya (lagi), presentasi pertama menekankan pada betapa ber’harga’nya seseorang jika telah menerbitkan buku. Betapa menerbitkan buku itu would make someone being so much worth. Presentasi kedua mengarahkan dari kondisi lapangan mengenai buku-buku yang berpotensi untuk diterbitkan oleh peserta. Intinya (lagi-lagi), yang satu memotivasi dari diri dan untuk keuntungan diri, yang satu memotivasi dari kondisi luar dengan keuntungan diri sebagai ‘sampingan’.

Well, intinya (lagi-lagi-lagi), saya lebih termotivasi oleh penekanan presentasi pertama—that’s make me being worth and give me the worth (moril dan materil), dan untuk dunia ‘luar’ sebagai efek.

***

Self-oriented.

Manusia cenderung melihat apa yang terlihat sebagai sesuatu yang nyata dan apa yang tidak terlihat sebagai sesuatu yang semu. Kalau memilih, orang pasti akan memlih kenyataan daripada ‘khayalan’.

Memandang sesuatu sebagai kenyataan dan khayalan itu soal persepsi. Kenyataan bagi manusia adalah sesuatu yang teraba oleh indera—mata, telinga, lidah, kulit, hidung. Tapi, kenyataan bagi manusia yang berTuhan menyesuaikan dengan persepsi Tuhannya.

***

“Sebaik-baik manusia adalah yang bermanfaat bagi sekitarnya.”

Ungkapan ini sudah sangat sering kita dengar, sampai terasa samar sebenarnya siapa yang mengatakannya. Dari aspek ini saja, kita sudah banyak membuat pembenaran-pembenaran: bahwa bermanfaat itu bisa dalam hal apa saja, loh; bahwa yang penting saya tidak mengganggu orang lain; bahwa tidak apa-apa hal kecil juga, kalau yang besar memang tidak kesampaian; dan bahwa-bahwa lainnya.

Semua pembenaran ini memang benar, sedikit. Ketika kembali membahas potensi yang diberikan pada manusia, semua pembenaran ini akan menjadi salah besar. Potensi internal (pendengaran, pengelihatan, dan hati) dan eksternal (Qur’an dan Dienullah) diberikan agar manusia dapat mencapai sesuatu yang besar. Apakah tugas sebagai hamba (QS 51:56) dan khalifah di muka bumi (QS 2:30) itu bukan suatu tugas yang besar? Apa jadinya jika seseorang mengabaikan salah satu dari tugas itu? Apakah dia masih bisa berpikir dia akan selamat?

Bahkan, bisa jadi, surga dan neraka itu masih menjadi khayalan bagi banyak manusia, mungkin termasuk diri kita sendiri. Buktinya? Coba saja posisikan diri, ketika ‘diajak’ untuk memperjuangkan sesuatu yang mungkin saja tidak terlihat ‘untung’nya bagi diri sendiri, atau merasa “tidak begitu juga tidak apa-apa”.
Kembali lagi, nyata atau semu itu masalah persepsi. Bagi manusia yang berTuhan, kenyataan itu adalah apa yang sesuai dengan persepsi Tuhannya pula. Jika seseorang masih menggunakan persepsi pribadi untuk menilai sesuatu yang nyata atau khayalan, maka, bisa jadi, Tuhannya adalah dirinya sendiri.

Dalam persepsi Qur’an, menjalankan tugas sebagai hamba dan khalifah bahkan bisa saja sama sekali tidak menghasilkan keuntungan moril dan materil duniawi, tetapi imbalannya jelas jauh lebih berharga dari emas sepenuh bumi. Maka, dalam persepsi Qur’an, dunia itu khayalan, yang nyata itu kehidupan setelah mati.

"Dan tiadalah kehidupan dunia ini, selain dari main-main dan senda gurau belaka. Dan sungguh kampung akhirat itu lebih baik bagi orang-orang yang bertakwa. Maka tidakkah kamu memahaminya?" (QS 6:32)

"Dan tiadalah kehidupan dunia ini melainkan senda gurau dan main-main. Dan sesungguhnya akhirat itulah yang sebenarnya kehidupan, kalau mereka mengetahui." (QS 29:64)

"Sesungguhnya kehidupan dunia hanyalah permainan dan senda gurau. Dan jika kamu beriman serta bertakwa, Allah akan memberikan pahala kepadamu dan Dia tidak akan meminta harta-hartamu." (QS 47:36)

Maka, jika seseorang masih bersusah-payah hanya mengejar dunia, tanpa visi dan misi untuk kehidupan setelah mati, dia masih belum bisa membedakan mana yang nyata dan mana yang semu. Autis.

Dan, jika seseorang sudah bisa membedakan, tetapi keukeuh dengan persepsinya sendiri, maka sudah bisa dideteksi bahwa dia tidak meyakini persepsi ‘yang diakui sebagai Tuhannya’; dia menjadikan dirinya sendiri sebagai Tuhannya. Self-oriented.

***

Dan, apa tadi, kelainan yang membuat seseorang tidak bisa membedakan mana khayalan dan mana kenyataan? Yang punya dunianya sendiri? Skizofrenia? Autis?

***

Malangnya bagi manusia seperti ini, dunia sepenuhnya ada yang menguasai—Allah. Apa pun penilaian kita masing-masing saat ini, pada akhirnya Dia-lah yang akan menghakimi.

Yogyakarta-Jakarta, 14-16 April 2013
Sedang introspeksi diri