Wednesday, February 23, 2011

Akhirnyaaaaaa!

selesai menghijrahkan postingan blog lama
http://lautanhati89.wordpress.com/
yang agak bersih dari esmosi...

ah, aku ingin mengingatNya disini...aku bersihkan dari tulisan-tulisan rasa...
mari nikmati! ^^

Dari Hati?


menyampaikan dari hati, si orang itu tidak tersentuh sama sekali.
atau…hanya bisa sampai hanya ke hati yang hidup??
artinya, yang tidak tersentuh, hatinya mati???
bukan apa-apa, tapi biasanya yang disampaikan dari hati yang tulus adalah suatu kebaikan. bisa jadi, merupakan hidayah yang kita kira sudah kita dapatkan.
tapi sadarkah? seringkali kita menutup hati kita terhadap apapun yang berbeda, yang lain ’spesies’. lebih memikirkan alasan untuk membantah, umumnya. ngerasa gak? kalau ngga, berarti cuma hana aj…ya?
atau…merasa sudah menyampaikan dari hati, tapi ternyata tidak? siapa yang tahu niat yang sesungguhnya yang ada di hati kita, bahkan yang tidak teranalisis oleh kita sendiri…kecuali Allah??
maka…bismillah. Dengan Nama Allah…
ketika mengucapkan kalimat itu, maka apa yang kita lakukan adalah Atas Nama Allah, bukan untuk kepentingan pribadi, atau mempertahankan eksistensi.
Bismillah…adalah kunci keikhlasan. kunci untuk kita menyampaikan tulus dari hati dan menerima dengan hati (fitrah).
hati itu condong kepada kebenaran kan? tentu saja…hati yang terpelihara.

Diistimewakan?


dasar manusia itu, senang jika diistimewakan. iya ngga? senang sekali jika mengetahui sesuatu yang orang lain tidak tahu, lantas gembar-gembor “ini lho yang saya tahu…”, seolah peduli, tapi ternyata hanya mengejar eksistensi atau apapun sadar atau tidak sadar. padahal ia pun tidak punya bukti jelas terhadap apa yang ia tahu.
rasanya kita perlu hati2 terhadap ini.
keistimewaan (jabatan dalam skala kecil)…bisa membutakan, melenakan, menutup hati dari kebenaran. perasaan ada di Al-Quran ya? bgaimana “kesombongan” dalam bentuk apapun bisa menghalangi datangnya hidayah…

Hal kecil, memang...tapi fatal


sebelum membaca, coba buang dulu subjektifitas. siap?
berkali kusingguung ini…gak ada yang ngerasa. hehehe
kalau ada yang mengatakan sesuatu yang benar,misalnya yang bilang itu seorang ustad. percaya? jelas. kita pasti ngangguk2 setuju. tapi ketika kita tahu yang bilangnya adalah preman, pasti mikir 500 x…iya gak?padahal yang disampaikannya sama.
ini bukan menekankan pentingnya akhlak atau penampilan dalam menyampaikan…tapi pertanyaan tentang objektifitas kita dalam menilai. SUDAH OBJEKTIFKAH ANDA MENILAI???

Kenyamanan...


sering denger bahwa ujian terberat itu berupa nikmat? sering ya…
ini aku, tidak merasa paham tentang itu, tapi rasanya sudah mulai kupahami, betapa kenyamanan itu membutakan. apa yang kita bela adalah apa yang sesuai dengan standar kenyamanan kita. kita nyaman disitu, ya sudah, itulah yang kita bela (meskipun salah). kenapa harus cari yang susah? jadi tidak peka dengan ketidaknyamanan orang2 sekitar yang membuthkan kenyamanan hakiki dari tuhannya. KITA, apakah kita yang menghalangi mereka? kita yang sudah nyaman dengan ini, apakah menghalangi mereka yang tidak?
pertanyaan tidak berdasar ya? itu persepsi masing2. 
QS 90 : 4-18

:: sebuah hikmah, dari perjalanan kulap genap pa aseng:: dan perjalanan dakwah


ditengah perjalanan aku bicara pada diriku sendiri.
kita buktikan nanti, apakah dengan berhenti, semangat kita akan kembali seperti awal berjalan atau sebaliknya.
hasilnya adalah TIDAK.
lalu ku simpulkan, jangan pernah berhenti. berjalanlah walau pelan.
lalu aku mencoba berjalan walau lelah, jalan berbatu, dan nanjak. kau tahu gimana rasanya?
selangkah demi selangkah aku berjalan,ditinggalkan dan meninggalkan orang lain.
tiba-tiba seseorang menawarkan dorongan saat jalan semakin menaik. dan langkahku semakin ringan, hingga ditengah perjalanan menanjak aku kembali bisa berlari.
sampai di perjalanan mendatar. satu persatu mulai berguguran. mulai mencari kendaraan tumpangan ilegal untuk mengkompromikan kaki yang luar biasa sakit.
wah, ada penawaran untuk ikut. terima? TIDAK. lebih baik ku korbankan sesuatu daripada bersikap seperti pengecut. aku harus berjalan hingga akhir kesangupan yang Dia berikan.
aku berjalan, sampai dimana teman-teman berhenti. sudah saatnya naik kendaraan. walau tujuan akhirku tidak tercapai, tapi itu sudah berakhir dan Allah memberiku hadiah, tidak lagi berjalan untuk sampai ke rumah.
:: sebuah hikmah, dari perjalanan kulap genap pa aseng::
perjalanan itu adalah DAKWAH. yang berjalan adalah KITA. teman-teman adalah REKAN SEPERJUANGAN. yang mendorong adalah PERTOLONGAN ALLAH lewat manapun. kendaraan tumpangan ilegal adalah SETAN.tujuan akhir perjalanan adalah KEMENANGAN. saat naik kendaraan adalah KEMATIAN.
tapi kematian belum kuraih kok ^^

Indonesia dan Multikulturalisme


Indonesia dan multikulturalisme
Friday, October 17th, 2008
Dimanapun dan kapanpun, perbincangan mengenai Islam selalu menarik. Pertanyaannya adalah, siapa saja yang tertarik? Mengingat kondisi masyarakat saat ini yang memisahkan kehidupan dunianya dengan Islam. Ternyata, orang-orang yang tertarik untuk berdiskusi atau mendebatkan Islam adalah orang-orang ’atas’. Sementara orang-orang bawahnya sendiri dapat dikatakan tidak peduli apa yang mereka diskusikan.
Beberapa kali saya menyaksikan debat di salah satu stasiun televisi swasta mengenai Islam, terutama penegakan syari’ah Islam. Bagi orang-orang yang tidak paham, semua pihak seperti memaksakan kehendak masing-masing, lalu pusing dan tidak peduli. Bagi orang-orang yang paham keinginannya, baik itu ingin Islam atau ingin lawannya, ini akan sangat menarik. Bagaimana ia akan melihat keinginannya diperjuangkan. Satu pertanyaan lagi, apakah ia benar-benar menginginkannya atau hanya sekedar mengikuti orang banyak??
Tanpa kita sadari banyak sisi hati dan pikiran kita yang kita tutup karena kita tidak mau tersesat. Lebih jauh lagi, tersesat adalah jalan ke neraka. Hanya ada satu jalan ke syurga, tidak pernah ada jalan tengah. Pilihannya hanya ada dua, syurga atau neraka. Tapi bagaimana kita akan menemukan kebenaran jika kita tidak membuka hati dan pikiran? Bukan terhadap orang yang menuntun kita, tetapi apa yang mereka sampaikan. Atau ketika sudah merasa menemukan ’jalan’ yang benar, apakah sungguh benar? Allah sudah mengingatkan : ”maka hadapkanlah wajahmu dengan lurus kepada din (Islam); fitrah Allah disebabkan Dia telah menciptakan manusia menurut fitrah itu. Tidak ada perubahan pada ciptaan Allah, itulah di yang lurus, tapi kebanyakan manusia tidak mengetahui. Dengan kembali bertaubt kepadaNya dan bertakwalah kepada-Nya serta laksanakanlah shalat dan janganlah kamu termasuk orang-orang yang mempersekutukan Allah. Yaitu orang yang memecah belah din mereka, dan mereka menjadi beberapa golongan. Setiap golongan merasa bangga dengan apa yang ada pada golongan mereka.” (Q.S. Ar-Rum : 30-32)
Maka pantaskah kita masih menutup hati dan pikiran? Saya pernah mendengar bahwa ideologi seseorang dapat terlihat dari apa yang ia bicarakan.. Tetapi jangan sampai kita sibuk mendeteksi ideology apa yang seseorang bawa sehingga melewatkan apa yang ia bicarakan. Hanya Allah yang tahu dimana dan kapan hidayah akan dating, kepada yang belum atau yang sudah paham. Siapa yang tahu, ternyata yang ia bawakanlah yang membawa kita ke SYURGA.
Kembali ke topic. Dalam suatu perbincangan mengenai Islam di kalangan orang-orang ‘atas’, pancasila dan UUD 1945 dan kawan-kawannya selalu disebut-sebut. Bagi orang-orang yang –sekali lagi—tidak tahu, hal itu tidak akan terperhatikan. Toh pancasila dan kawan-kawannya itu adalah system yang terbaik menurut pelajaran PPKn waktu SD dulu, yang terpatri dalam pikiran kita hingga sekarang. The next question is…apakah ada hubungannya pembicaraan mengenai Islam dengan Pancasila dkk???? Inilah yang mesti dicari, bahwa hati dan pikiran kita harus tetap terbuka.
Apa hubungannya? ??
Satu pernyataan dari debat terakhir yang saya saksikan, yang saya garis bawahi.
Dari pihak Kristen (PDS) menyetakan bahwa orang-orang muslim (dalam hal ini PBB) terlalu memaksakan untuk menerapkan syariat Islam. Lalu pihak PBB menyatakan bahwa pihak non muslim (dalam hal ini PDS) terlalu memaksakan untuk menolak.
Saya pikir ada benarnya. Ketika dipaparkan penelitian tentang Islam oleh ilmuwan-ilmuwan di dunia, yang menyatakan bahwa Islam-lah sistem yang terbaik dalam hal apapun, mereka mengelak dengan mengatakan, ”jangan lupa bahwa bangsa ini berdiri dengan multikulturalisme.” intinya mereka ketakutan akan tersisih.
Pertnyaan lain yang muncul adalah : ”benarkah multikulturalisme yang membangun Indonesia ??”
Secara sederhana, kita lihat dari sejarah masyarakat Indonesia sebelum masa penjajahan. Urutan kemunculan kepercayaan besar di Indonesia adalah Hindu, Budha, Islam, lalu Kristen. Kapan masa penjajahan Indonesia dimulai? Yaitu pada saat kerajaan-kerajaan Islam di Indonesia mulai berjaya. Saat itu agama Kristen belum muncul. Kita ingat bahwa bangsa penjajah memiliki 3 misi, yaitu glory, gold dan gospel (Kristen masuk setelah penjajahan, merupakan indikator terwujudnya misi gospel yang dibawanya). Mengapa penjajahan baru dimulai saat Islam muncul? Apakah faktor ketakutan Islam akan menguasai dunia seperti yang diramalkan? Tentu saja hal ini berbarengan dengan dimulainya penghancuran Islam di wilayah-wilayah yang dikuasainya, mulai dari perang fisik, pemikiran, dkk.. Satu lagi pertanyaan : ”Siapa yang berjuang mempertahankan Indonesia sebelum periode pahlawan-pahlawan Nasional yang sering disebut-sebut dalam buku sejarah?”
Coba ingat nama-nama pahlawan kita. Mulai dari Teuku Umar, Cut Nyak Dien, Cut Mutia, Tuanku Imam Bonjol, Fatahillah, si Pitung, Pangeran Dipenogoro, Sultan Hassanudin, sampai Pattimura yang disangka seorang nasrani, ternyata berjuang pada barisan Islam. (nama asli Pattimura adalah Ahmad Lussy, dengan lafal pengucapan mereka, menjadi Mat Lussy). Apakah ada yang bukan muslim menjadi panglima perang melawan penjajah??
Tentang perjuangan yang disebut buku-buku sejarah ’kedaerahan’, ingat kisah perjuangan tuanku Imam Bonjol yang mendapat bantuan pasukan Dipenogoro dari jawa? (atau kebalik ya?).Kisah ini menunjukkan bahwa setiap daerah dengan Islam sebagai sistemya sangat terkoordinansi dengan baik. Perjuangan kedaerahan tidak akan melibatkan pihak/daerah lain dalam perjuangannya. Atau lebih baik kita kaji lagi sejarah-sejarah Indonesia dalam literatur-literatur baheula. Betapa banyak kerjasama antar daerah dalam rangka mempertahankan keutuhan Indonesia dari serangan penjajah. Masih bisa dibilang bahwa Indonesia dibangun dengan multikuturalisme? ? Tanya juga bagaimana nasib rakyat bukan muslim. Tidak tersisih. Mereka ikut memperjuangkan. Tapi siapakah yang menggerakkan?
Nama-nama seperti Soekarno-hatta dkk muncul setelah adanya politik etis. Hasil dari politik etis adalah generasi muda bangsa Indonesia yang ’berpendidikan’ dan rasa ’nasionalisme’ yang kuat. Kalau dipikir-pikir, baik banget belanda memberikan pendidikan untuk jajahannya. Ada apa? Ternyata hasilnya adalah doktrinasi isme-isme luar yang ’merusak’ atau hanya baik dari satu sisi dan di sisi lain ia akan menimbulkan keburukan baik secara langsung ataupun tidak langsung. Tujuannya, menghancurkan Indonesia, lebih tepat lagi menghancurkan Islam yang ada di Indonesia.
Jadi siapa yang membangun Indonesia ???

Para Penyeru Ke Neraka


Dari Huzhaifah bin Al-Yaman berkata ”Apakah setelah kebaikan itu ada keburukan?” Rasul saw. menjawab, ”Ya, tetapi ada para penyeru ke neraka jahanam; barangsiapa yang menyambut mereka ke neraka, maka mereka melamparkannya ke dalam neraka.” Saya berkata, ”Ya Rasulullah, terangkan ciri mereka pada kami?” Rasul saw. menjawab, ”(Kulit) mereka sama dengan kulit kita, berbicara sesuai bahasa kita.” Saya berkata, ”Apa yang engkau perintahkan padaku jika aku menjumpai hal itu?” Rasul saw. bersabda, ”Komitmen dengan jamaah muslimin dan imamnya.” Saya berkata, ”Jika tidak ada pada mereka jamaah dan imam?” Rasul saw. menjawab, ”Tinggalkan semua firqah itu, walaupun engkau harus menggigit akar pohon sampai menjumpai kematian dan engkau tetap dalam kondisi tersebut.” (Bukhari dan Muslim).
Mungkin ada pertanyaan dalam nurani terdalam kita yang kita cuekin, kenapa ya, ketika kebaikan Islam disebarkan, banyak yang menganggapnya sesat? Kenapa ya? Ya, sesuai hadist di atas, bahwa akan selalu ada yang ber’dakwah’ pada keburukan. Salah satu hasilnya adalah bagaimana kita menganggap buruk apa yang seharusnya menjadi keyakinan dan keimanan kita.
’Dakwah’ yang mereka lakukan lebih gencar dari apa yang kita bayangkan, mengajak manusia agar tidak melibatkan Islam dalam kehidupan mereka. Pada sisi yang lain mereka juga menyeru untuk menghalalkan segala cara dalam aktivitas kehidupannya. Dari sisi pemikiran yang banyak diserukan oleh para penyeru ke neraka adalah kesesatan, penyimpangan, dan keburukan yang dimasukkan atas nama ajaran Islam, sehingga muncullah aliran-aliran yang ’sesungguhnya’ sesat dan beberapa gerakan kemurtadan yang mengatasnamakan Islam, dan umat Islam banyak yang tertipu dengan ajakan mereka. Sehingga Islam yang benar sekalipun akan terbawa buruk karena mereka.
Nah. bagaimana kita mengenali para penyeru ke neraka? Ada beberapa ciri yang diinformasikan Rasulullah saw.
1. Memiliki Warna Kulit dan Bahasa yang Sama dengan Mayoritas Rakyat.
Apa maksudnya?
Para penyeru tersebut ternyata bisa jadi para pemimpin atau tokoh masyarakat atau tokoh politik atau tokoh agama yang diikuti oleh banyak masa sebagaimana disebutkan dalam riwayat lain oleh imam Muslim, yaitu: “Pemimpin yang tidak mengambil hidayah Rasul dan juga tidak mengikuti sunnahnya.” Ungkapan yang sama juga disebutkan dalam Al-Qur’an surat Al-Qashash: 41-42, “Dan Kami jadikan mereka pemimpin-pemimpin yang menyeru (manusia) ke neraka dan pada hari kiamat mereka tidak akan ditolong. Dan Kami ikutkanlah laknat kepada mereka di dunia ini; dan pada hari kiamat mereka termasuk orang-orang yang dijauhkan (dari rahmat Allah).”
Mereka muncul dari kelompok Islam dan memimpin umat Islam. Kulit dan bahasanya sama dengan mayoritas umat Islam. Merekalah kelompok yang paling bahaya bagi umat Islam karena mereka menggunakan istilah-istilah Islam yang dapat menyesatkan umat Islam, mereka juga sangat membahayakan karena lahir dari kelompok Islam dan memiliki pengikut yang banyak dari umat Islam.
2. Mengajak Manusia ke Neraka Jahannam
Untuk mengidentifikasi hal ini, kita harus tau dong apa saja yang mengarahkan kita kesana. Kalaupun ucapannya dibalut ayat Al Qur’an, itu tidak menjamin kebenaran. Kita harus tahu untuk apa ia mengucapkan ayat-ayat tersebut. Mencari simpatikah? Mencari dukungan? Atau yang tulus mengingatkan kita? Sementara masyarakat awam banyak yang mengikutinya karena kebodohannya. Ungkapannya ibarat sabda, perbuatannya selalu dianggap benar. Ia mengajak rakyatnya untuk masuk ke neraka Jahanam (sadar atau tidak sadar) dengan berbagai macam cara. Maka mereka adalah pemimpin yang sesat dan menyesatkan.
Maka jadilah orang yang selalu sadar. Allah menciptakan semua hal di sekitar kita agar kita dapat membaca dan berpikir, apa yang salah dan apa yang harus diperbaiki. Tidak bisa menutup mata begitu saja, karena yang dipertanggungjawabkan kelak bukan hanya bagaimana kita memperbaiki diri, tapi juga bagaimana kita memperbaiki ’tempat tinggal’ kita.
ada beberapa cara yang mereka gunakan, yang patut kita waspadai.
1. Mengunakan sarana media massa.
Biasanya apa yang kita tangkap pertama kali, maka itulah yang kita percaya. Maka berlomba-lombalah media massa menyampaikan informasi dengan sudut pandang tertentu, disesuaikan dengan misi orang-orang dibelakangnya. Terlihat sekarang, banyak paradigma-paradigma nyeleneh yang tidak kita sadari terpatri juga di pikiran kita. Untuk pencegahan masuknya paham-paham nyeleneh, maka kita perlu ’penyaring’. Seperti apa penyaringnya? Yang mengaitkan hidup kita di dunia dan di akhirat. Apaan tuh? Al Qur’an dan Sunnah. Pelajari dengan baik, maka kita akan bisa membedakan.
2. pembicaraan yang tidak berguna, sarana musik dan nyanyian.
Naah…kembali lagi ke orientasi hidup kita sebenarnya. Buat apa sih kita hidup? Atau, ingin ke surga atau neraka? Maka dari sekarang, pilihlah langkah-langkah yang berefek terhadap kehidupan kekal kita kelak, sesuai dengan tujuan kita. Mau ke surga, maka hati-hatilah. Mau ke neraka, silahkan hidup seenaknya. Coba tunjuk tangan, siapa yang mau ke neraka???
“Dan di antara manusia (ada) orang yang mempergunakan perkataan yang tidak berguna untuk menyesatkan (manusia) dari jalan Allah tanpa pengetahuan dan menjadikan jalan Allah itu olok-olokan. mereka itu akan memperoleh azab yang menghinakan.” (QS. Luqmaan: 6)
3. Mengubah nikmat Allah dengan kekufuran.
Maksudnya? Mereka sadar bahwa semua yang ada pada dirinya dari Allah, tapi tidak bisa lepas dari keinginannya. Dalam upayanya untuk menyesatkan manusia mereka menggunakan berbagai macam cara yang dikuasainya. Seperti menggunakan harta untuk menipu kaum lemah dan miskin, menggunakan media. Bahkan, kalau tidak mau tunduk, mereka menyiksanya dan membunuhnya. Begitulah di antara ciri penyeru ke neraka Jahanam. Wah…coba kita lihat, apakan para pemimpin kita seperti itu? Ya lihat saja bagaimana mereka memperlakukan kaum muslim. Bukan mengkhususkan, tapi sadarkah bahwa selama ini kitalah yang tertindas? Bagaimana terkekangnya hak kita sebagai muslim untuk menjalankan Islam secara kaffah, terhalangi dengan berbagai aturan kebebasab ’hak individu’ sehingga kita terlena di dalamnya?
“Tidakkah kamu perhatikan orang-orang yang telah menukar nikmat Allah dengan kekafiran dan menjatuhkan kaumnya ke lembah kebinasaan? Yaitu, neraka Jahanam; mereka masuk ke dalamnya; dan itulah seburuk-buruk tempat kediaman.”
”Hati mereka adalah hati setan dalam jasad manusia.” Para penyeru ke neraka Jahanam hati mereka sangat keras melebihi kerasnya batu sehingga tidak merasakan apa yang dirasakan umatnya. Bahkan untuk mengokohkan kekuasaanya mereka tidak segan-segan menyakiti, menyiksa, dan membunuh rakyatnya (pengikutnya) sendiri.
Sesungguhnya hati jika sudah mengeras, maka kehilangan daya sensitivitasnya. Mereka menganggap sama antara yang baik dengan yang buruk, tidak merasakan penderitaan rakyatnya. Semuanya serba diremehkan. Kesakitan masyarakat dianggap biasa, lumrah, dan tidak dianggap repot.
Nah…kita amati lagi, apakan pemimpin kita seperti ini? Mm…atau tidak terlihat?
PERBUATAN PARA PENYERU KE NERAKA JAHANAM
1. Mengekor pada Orang lain
Walaupun di mata masyarakat mereka adalah pemimpin tetapi pada dasarnya mereka mengekor pihak lain. Para penyeru ke neraka jahanam biasanya adalah antek-antek orang kafir. Allah swt berfirman: Dan bila mereka berjumpa dengan orang-orang yang beriman, mereka mengatakan: “Kami telah beriman.” Dan bila mereka kembali kepada setan-setan mereka, mereka mengatakan: “Sesungguhnya kami sependirian dengan kamu, kami hanyalah berolok-olok.” (QS. Al Baqarah: 14).
2. Menganggap Rendah Kaumnya
Karena mengekor pada yang lain sehingga mereka merasakan dan menganggap rendah pada diri dan kaumnya. Mereka memaksa kaumnya untuk mengikuti pola hidup kaum kafir yang menjadi acuan. Karena itu, pemimpin -pemimpin seperti ini pada hakekatnya pengekor.
3. Menghancurkan Nilai-Nilai Moral
Para penyeru ke neraka Jahanam menginginkan agar masyarakat tidak komitmen pada ajaran Islam, karena hal itu akan menyulitkan mereka. Lebih dari itu ketika masyarakat komitmen pada ajaran Islam maka mereka susah menguasainya sehingga mereka berusaha menjauhkan masyarakat dari nilai-nilai Islam. Allah swt. berfirman: “Dan orang-orang yang kafir maka kecelakaanlah bagi mereka dan Allah menghapus amal-amal mereka. Yang demikian itu adalah karena sesungguhnya mereka benci kepada apa yang diturunkan Allah (Al-Qur’an) lalu Allah menghapuskan (pahala-pahala) amal-amal mereka.” (QS. Muhammad: 8-9).
4. Memerangi Dakwah Islam
Eit….jangan dulu berhenti baca! Sebelumnya, kita harus menyamakan persepsi. ”Untuk apa dakwah Islam? Tampak ekstrim sekali…” Itulah paradigma yang muncul saat ini. ”Gak mau ah, ikutan yang ekstim kayak gitu…” saat ada yang mengajak untuk ikut menyampaikan. Jadi, untuk apa? Hanya untuk melaksanakan tugas kita di dunia, sehingga surga ada di tangan. Itu aja kok, gak banyak-banyak. (padahal surga jauh lebih luas daripada dunia dan seisinya ^-^)
Ini terjadi jika kekuasaan ada di tangan mereka. Mungkin pada awalnya mereka tidak secara langsung memerangi dakwah tetapi mempersempit ruang lingkupnya. Mereka kemudian menuduh orang-orang yang berdakwah dengan tuduhan yang keji seperti ekstrimis, fundamentalis, provokator, dan teroris. Hal ini menyebabkan masa menjauhi dakwah dan aktivisnya. Di sisi lain menumbuhsuburkan dakwah yang tidak membahayakan kekuasaannya seperti menumbuhsuburkan tasawuf, filsafat, pemikiran sosialis, dan lain-lain. Lebih jauh lagi mereka berani menyiksa dan membunuh aktivis dakwah karena mereka sudah memvonisnya sebagai teroris yang membahayakan negara.
Demikian aktivitas para penyeru ke neraka Jahanam menggiring manusia untuk disesatkan dengan berbagai macam cara dan sarana sampai pada akhirnya mereka mengikuti penyeru tersebut untuk masuk bersama-sama ke neraka Jahanam. Oleh karena itu, selamat menganalisis, adakah orang-orang seperti itu disekitarmu??? WASPADALAH!! WASPADALAH!!!

Obat vs Antibodi


Seorang sahabat mengumpamakan dakwah Islam sebagai sebuah obat. Untuk masuk ke dalam sel, obat memerlukan pembawa.  Itulah sarana dakwah. Obat akan menghancurkan penyebab penyakit, tapi tidak merusak selnya, katanya.
Tapi, aku akan mengumpamakannya seperti ini.
Islam dan alam semesta adalah satu tubuh yang sinergis satu sama lain, sedangkan selain Islam adalah antigen pengganggu sinergisitas tubuh. Ketika antigen menginfeksi sel dan tidak lagi sinergis dengan yang lainnya, maka ia harus dihilangkan. Saya lebih suka dakwah Islam sebagai antibody humoral tubuh itu sendiri. Dia tidak datang dari luar, tapi merupakan bagian dari sistem yang diciptakan Allah swt. Dia akan menghancurkan antigen sekaligus dengan sel yang sudah rusak agar tidak mengganggu sinergisitas tubuh.
Saat ini, sel-sel/jaringan/organ yang rusak merajalela dan menimbulkan kerusakan-kerusakan lainnya. Maka yang harus dilakukan adalah menghilangkan sel/jaringan/organ tersebut. Karena yang dibutuhkan oleh tubuh adalah kemaslahatan – kebaikan yang tidak menimbulkan keburukan yang lain, bukan sekedar “kebaikan”.
Wallahu’alam

Sebuah kisah tertulis pada buku lama


Ini adalah cerita ayahku dahulu kala, ditulis pada Desember 1990—setahun setelah aku lahir—pada sebuah buku berjudulPengantar Sejarah sebagai Ilmu tulisan Drs. Sidi Gazalba terbitan 1966…Sebuah buku lama yang berharga baginya, mungkin juga untukku.
———————————————————————————————————————————————
“…ketika fikiran mendorong untuk mencari upaya-upaya memenuhi tuntunan kehidupan ekonomi keluarga, ketika lelah terasa dan seakan habis segala daya, kupaksakan kaki untuk terus melangkah walau tak jelas lagi arah sekedar berharap :sugan jeung sugan, tiba-tiba mata mengarah ke suatu benda tergeletak di dekat comberan jalan …pikirku : sigana manfaat keur Mamad*… “
Begitu cerita Apa—Ayahku (yang juga kakekku yang tak pernah kutemui dalam wilayah kesadaranku—hana)—ketika buku ini ditemukannya. Saat itu aku tengah mengakhiri tahun kedua perkuliahan. Saat kuterima dari beliau, buku ini sangat kotor dan berbau tak sedap, jilidnya rusak dam berlumur Lumpur pasar…
Kubersihkan dan dijemur sehari penuh sampai ‘keriting’. Malamnya sampai selama empat hari aku hanya membaca buku ini yang tak terasa membawa diriku untuk memasuki relung-relung dunia sejarah…dan mendorongku untuk lebih banyak lagi membaca buku-buku sejenis lainnya sampai untuk beberapa lama kutinggalkan bacaan wajib perkuliahan fakultasku…malah semakin jauh meloncat ke dunia sosiologi. Kebudayaan, peradaban, dan humaniora. Ketika jadwal ujian semester tiba baru kusadari : seharusnya aku lebih banyak membaca persoalan hukum.
Dan, hari selasa 17 Juli 1990, beliau menutup riwayat kehidupannya.
Sejak beliau sakit parah, praktis setahun kutunda perkuliahanku sekalipun beliau tak menyetujuinya. Enam bulan sepeninggal beliau, aku mempersiapkan penyusunan skripsi. Yang pertama kulakukan adalah membereskan buku-buku yang selama setahun tak terurus sambil merumuskan kerangka skripsi…
Tiba-tiba aku melirik buku ‘kriting’ ini yang sebagiannya malah ‘diisengi’ anak-anak tikus yang akrab di kamar kami…
Terngiang kembali beberapa kalimat paling berkesan dari ayahku ketika mengomentari aktivitas kuliahku : “Sing bener-bener tholab elmu teh, ulah bodo siga Apa. Eta the lain ukur supaya aya bekel jang neang gawe, nu leuwih penting deui, caang hate, luas pikir, jeung bener hirup”
Yang lebih menggores adalah ketika menyerahkan buku yang ditemukannya di jalan ini : “ Mad, ari ieu the buku naon? Sigana mah buku alus, Apa manggihan di jalan.”
Kalimat polos yang baru dapat kutangkap maknanya saat ini. Beliau yang tidak memahami kualifikasi sebuah buku; hanya berharap “sugan manfaat keur budak”,ternyata mencerminkan dorongan semangat untuk berilmu.
Semua terkenang: seolah-olah beliau mengantarkanku untuk memahami cakrawala kemanusiaan dan pentingnya menggali “ibrah” dan “hikmah” dari sejarah…
Dari dunia sejarah dan peradaban yang dapat kubaca hanya dapat menyimpulkan :
BANGUNLAH JIWA SETINGGI NILAI ILAHI
DAN SELUAS KEMANUSIAAN
SERTA JADILAH DIRI SENDIRI
Akhir Desember ‘90
Kuring
===============================================================================
Aku terpaku, terpana sekaligus menjawab sekelumit tanya dalam hati tentang diri ini. Sepertinya teori dominansi pewarisan sifat Ayah padaku bukan hanya teori ‘iseng’ yang muncul di benak mendapati betapa bingungnya aku atas diriku sendiri, dengan tanya :aku ini seharusnya hidup seperti apa???
Aku tak pernah tahu apa yang beliau inginkan dariku. Namun, aku—mungkin juga beliau—mendapati perjalanan pikiran yang tak jauh beda, dengan aku di posisi Ayahku, dan Ayahku di posisi Apa. Pun, aku menemukan buku tua ini terselip diantara buku-buku social politik dan budaya milik ayahku—yang belakangan kugemari, saat ini, saat aku mengakhiri tahun kedua perkuliahanku di farmasi.
Bahwa memang bukan buku itu—dimana Ayah menuliskan kenangannya—yang menjadi awal titik balikku, Aku mengawalinya di awal semester tiga lalu. Selama tiga hari aku melahap buku pertama dari sebejibun buku ayahku yang berkisar—jelas—sangat jauh dari bidang obat-obatan, dan setelah itu aku terlena dengan sosiologi, humaniora, dan peradaban, juga sejarah. Dan kasus yang sama dengan Ayah terjadi padaku. Saat Ujian akhir semester tiga tinggal beberapa detik lagi, aku berpikir : seharusnya aku lebih banyak membaca persoalan farmasi!!! Akhirnya C, D, dan E menghiasi transkripku.
Namun, Ayahku, hari ini, masih hidup, alhamdulillah…Syukur padaMu Allah…
Sejak itu aku mulai ‘membaca’ Ayahku. Beliau bukan orang yang suka bercerita—Mungkin inilah perbedaannya dengan Apa. Perbedaan lain adalah, Ayah tidak mendidik dan menyemangatiku dengan kepolosannya. Ayah, mnyemangatiku dengan ‘dirinya’. Ayahku menjalani pendidikannya, membentuk suatu pola hidup dalam dirinya, yang ia inginkan menerap pada putra-putrinya—padaku. Dan pola itu aku baca pada buku-bukunya, pada tulisan-tulisan dan komentarnya, pada ketegasannya, pada apapun dalam dirinya, meski tidak pada lisannya. Beliau tak mutlak inginkan aku tenggelam dalam ‘dunia farmasi’ yang beliau tahu betul, itu akan menyita seluruh waktuku. Beliau hanya ingin aku ‘hidup’. Terang hati, luas pikir, dan benar hidup—seperti yang Apa pesankan padanya.
Maka aku tak lagi mengejar A untuk ayahku. Aku, mengejar ‘hidup’. Aku, mengejar Jiwa Setinggi Nilai Ilahi, Seluas Kemanusiaan, dan Menjadi Diri Sendiri—pesan Ayahku.
Beliau mengantarkanku untuk memahami cakrawala kemanusiaan dan pentingnya menggali “ibrah” dan “hikmah” dari kehidupan.
Satu hal yang ku syukuri, kerinduanku untuk mengenal Apa—kakekku, sedikit demi sedikit terpenuhi. Terimakasih, Ayah.
Awal juli 2009

Sebuah analogi kecil, hikmah dari sebuah perjalanan di pagi buta


Saat itu jalanan sepi dan tak ada cahaya sedikitpun. Hanya bermodal focus pada cahaya lampu depan motor, aku bisa berjalan tanpa menabrak, melihat kondisi jalanan yang bisa dan tidak untuk dilewati, dan berjalan dengan lancar untuk sampai ke tujuan.
Tetapi sempat aku mengabaikan cahaya yang hanya ada di depanku dan terpana pada kegelapan di sekeliling. Kegelapan membuat pikiranku tersesat. Jalanan tidak terlihat dan bingung kemana harus mengarahkan kendaraan agar tidak menabrak atau terguncang oleh batu-batu jalanan.
Lantas terlintas pikiran, bagaimana seandainya jika tidak ada lampu? Atau dengan sombongnya berjalan tanpa lampu dengan alasan matahari toh hampir terbit? Kau akan membahayan dirimu sendiri, juga membahayakan orang lain. Benar kan?
Kegelapan itu dunia. Cahaya itu Al qur’an. Perjalanan itu kehidupan. Waktu adalah jaman.
Dunia itu gelap dan penuh kedzaliman. Hanya cahaya yang bisa membuat kita tahu mana yang harus dilalui dan mana yang tidak meski berbagai ujian akan menghampirinya, ia akan tau itu harus dilewati. Tapi, jika kita terfokus pada kegelapan, cahaya itu pun toh akan percuma dan tidak berguna. Langkah akan tetap terombang-ambing, tujuan pun tidak tercapai, plus babak belur kena masalah sana-sini. Padahal cahaya didepan matanya.
Pun orang yang belagu, tidak menyalakan lampunya, kita tahu akan bagaimana perjalanannya. Dia punya lampu, tapi dia matikan karena sudah tidak sesuai. Selain menyesatkan dirinya sendiri, dia akan membuat orang lain yang berjalan bersamanya ikut kacau balau..
Lampumu ada di tanganmu…itu pilihanmu, kau mau memakainya atau tidak. Kesudahannya toh akan berbeda. Pilihlah.

..Untuk Ukuran Sebuah Keyakinan...


Keyakinan itu dasar kehidupan…iya ngga??
Artinya apapun tindakan, pemikiran, sikap, semuanya didasarkan pada keyakinannya.
Setiap hal akan didasari pada apa yang diyakini.
Tapi keyakinan adalah sesuatu yang diyakini tidak hanya pada waktu-waktu tertentu.
Jika Islam adalah keyakinan hidup, maka setiap saat akan siap ditanyai apapun yang berhubungan dengan keyakinan. Saat berdiri, duduk, berbaring, sehat atau sakit. Tidak akan ada alasan untuk tidak menjawab, jika memang yakin. Karena malaikat tidak akan mau berkompromi, jika dia datang saat kita baru bangun tidur dan kita bilang ”Maafin, baru bangun tidur nih, belum connect…,”
Jika memang yakin dengan apa yang dipegang saat ini, kita akan siap kapanpun ditanyai siapapun. Jika pertanyaan manusia pun membuat kita takut—meski pada saat-saat tertentu, apalagi malaikat bahkan Allah yang bertanya??
Jika memang yakin, tak kan ada keraguan untuk menampakkan keberserahan kita pada Allah dihadapan siapapun.
Jika memang yakin, tak kan ada keraguan untuk menyampaikannya pada siapapun.
Jika memang yakin dengan apa yang antum sebut keyakinan hidup, bukan keyakinan-pada-waktu-tertentu…
Artinya, jika ada ketidaksiapan, yakinkah kita?
Terinspirasi dari seorang sahabat yang kutanya saat baru bangun tidur
Jangan marah yaaaa hehehe
Peace ah

(^-^)v

ya…atau…tidak


5
012010

karena seseorang akan sangat senang berada dalam tempat dan komunitas dimana dia dihargai,,
dan ia akan berusaha untuk membuat dirinya dihargai,,
tapi…
tidak semua orang bisa merasakan penghargaan Allah terhadap dirinya…
tidak semua orang juga mengharapkan penghargaan Allah dalam langkahnya…
dan…
sungguh…
Allah hanya menghargai orang-orang yang melangkah di tempatNya, di jalanNya…yang taat padaNya.
karena perintahNya adalah mutlak…
dan mulailah aku bertanya pada diri sendiri…di tempatNya kah aku? di jalanNya kah aku?
karena penghargaan orang banyak bukan standar penghargaan Allah, teman…
dan tempatNya, jalanNya itu…hanya S A T U
dan bukankah sudah semestinya kita satu padaNya?
bukan saling menghujat,,,bukan saling me-muna-kan,,,
cara yang benar, cara yang salah, semuanya punya frame yang berbeda. tapi Allah cuma satu, Muhammad hanya satu. dan Al Qur’an cuma satu…mana yang engkau pilih? ketiganya…atau…setan?
karena menjalankannya adalah bahasa YA dan TIDAK…
kalau tidak YA, ya TIDAK…
mana yang benar? mana yang salah?
sungguh …sebenarnya itu JELAS.
Saat kebaikan sampai kepada kita…saat kebenaran sampai kepada kita…saat perintahNya sampai kepada kita…melangkahlah.
siapapun yang menyampaikannya,,,tulus atau berkedok,,,siapapun.
ketika itu benar…pilihannya adalah YA atau TIDAK.
dan keduanya memiliki konsekuensi …
SURGA…atau…NERAKA
keduanya…tergantung penghargaan Allah terhadap diri kita
karena tidak ada pertengahan diantara keduanya…teman
karena detik ini juga…kita bisa mati.

satu lagi inspirasi dadakan : Kentut Bis Raksasa Sebagai Ke’SALAH’an ^^


Satu pola yang tertanam dalam diriku, entah karena didikan ortu atau hasil ‘melawan arus’ di 15 tahun kehidupan sadarku, adalah “tinggalkan yang salah dan lakukan yang benar”. Ga salah kan???? hehehe
Alhasil, seringkali muncul rasa gereget saat menyaksikan orang-orang sekitarku yang ‘tahu-itu-salah-tapi-dikerjain-terus’….iiiih….asa gimanaaaa gitu.
Suatu hari, lagi hujan badai (ah, lebay. hujan deras maksudnya ^^), ah, nekat aja pulang maik motor. Sekalian basah deh. Ternyata sepanjang jalan Jatinangor-Sayang-Parakan Muncang-Rumah, intensitas hujannya gak berubah, tetep badai (ah, lebay lagi). Kan lumayan tuh, dinginnya lebih dari masuk-kulkas-seharian (kaya’ yg udah pernah aja). Beku.
Oia, settingnya masih di jalan raya Bandung-Garut ya…kan banyak bis raksasa tuh, motorku pas banget di belakang knalpotnya. kalau siang sih, menyingkir jauh-jauh deh, jijik banget dikentutin bis. tapi hari itu, lagi ujan-ujan, gelap, lagi beku, ko anget ya? enakeun…hhaha. Cuma orang TOLOL yang mau dikentutin bis raksasa cuma biar dapet angetnya. secara gitu disitu sumber penyakit semua,,,Iya ga??^-^
‘TAU-ITU-SALAH-TAPI-DIKERJAIN-TERUS’,,,,
sama dengan TOLOL gitu ya?? aaaah….dasar!^^
just remembering this :
surga vs neraka = benar vs salah
“Selemah-lemahnya Iman adalah benci pada kemungkaran…”
tidak mau punya iman yang lemah

Penjual es krim keliling…dan hidupmu


Kalau mendengar suara roda yang jual eskrim keliling, lagunya yang riang dan bikin ngiler…tak kan pernah terpikir hal besar yan tersembunyi di dalamnya.
Kita mendengar riangnya lagu eskrim, tapi tak pernah kita melihat penjualnya. (ya iya laaah…yang diliat kan eskrimnya)
kita melihat ini :
rasanya lucu dan membuat hati bahagia….
tapi pernahkah kau memperhatikan ini:
atau
“peduli amat…”
selintas mungkin pernah ada dalam pikiran kita seperti itu.
Tapi, aku mulai merasakan miris…saat kubayangkan…bagaimana seandainya kalau mereka adalah ayah kita? Seorang ayah yang membawa kita dalam keriangan dan warma-warni es krim yang tak terserap dalam kehidupannya…keriangan dan warna-warni itu menjadi kekelaman bagi kita…Berapa sih, upah penjual es krim keliling?
sebenarnya mudah untuk menjalani hidup seperti itu, ataupun menjalani hidup kita sekarang yang kita rasa sangat tidak cukup. Tinggal kita jalani dengan ikhlas…dan beres. Syukuri hidupmu, lihatlah bahwa ‘kau bukan yang paling menderita di dunia’.
jangan mengeluh tentang hidupmu…itu sudah yang terbaik
Pikirkanlah tentang “apa yang membuat kita semua menjadi merasa menderita”, dan perbaiki itu semua.
ayo ubah dengan tangan,,,jangan mau cuma mengubah dengan kata apalagi cuma dengan hati…
” Sesungguhnya Allah tiada mengubah keadaan suatu kaum, kecuali jika mereka mengubah keadaan diri mereka sendiri.” (Q.S. Ar Ra’du : 11)
karena kita hidup…bukan untuk diri sendiri.
Siapa lagi yang akan mengubah dunia ini selain kita?
dan mana busa mengubah dunia, kalau kita terus bergelut dengan hidup kita sendiri?
dan merubah dunia, itu semata-mata untuk bekal kita mati.
tunjukkan kontribusi kita.
jutaan penjual eskrim keliling di Indonesia, hanya satu sisi kekontrasan dan keironisan dari jutaan penderitaan.

Bencana Indonesia : Berita Buruk yang Tak Kunjung Usai


Hari ini Allah menyusun skenario yang lucu. Kalau ke kampus, biasanya rutenya itu lewat soekarno-hatta. Tapi hari ini aku belokkan rute lewat cicaheum. Sepanjang jalan saya pasang earphone dengerin radio MQ FM, menunggu telepon yang kukhawatirkan tidak terdengar saat di jalan. Biasanya pagi-pagi setelah acara tahajud call, ada risalah pagi. Selalu ada inspirasi dadakan sekaligus menghibur diri, rute cicaheum padat di hari senin.
Di peralihan acara tahajud call-risalah pagi, iklannya banyak. Baru setelah  hampir sampai ujung berung, risalah pagi dimulai dengan berita.
Aku mulai berjalan di area pasar ujung berung yang luar biasa padat. Lalu si penyiar memulai beritanya. Seperti biasa, berita-berita Indonesia adalah bencana.
“Berita pertama datang dari kota kita tercinta, dari bandung. Kebakaran melalap pasar ujung berung ahad malam,” Lalu aku menoleh ke sebelah kiri. Benar. Pasar Ujung Berung berantakan dan gosong. “Sekitar 500 kios dan 100 lapak hangus terbakar,” Waw. “Kejadian ini menarik untuk ditonton warga, sehingga petugas kebakaran mengalami kesulitan dalam menanggulangi kebakaran tersebut,” Pada saat yang sama aku melihat lelahnya para petugas pemadam kebakaran dan kerumunan warga yang antusias menonton kebakaran tersebut, termasuk aku. Agak lumayan juga mengatur konsentrasinya, antara mengendarai motor, mendengarkan berita, memusatkan pandangan pada jalan raya, dan memenuhi ketertarikan pandangan ke kebakaran tersebut.
Memang skenario yang lucu. Seolah-olah si penyiar menjadi narator dari peristiwa yang kulihat. Ya memang lucu, dan kelucuan itu menghilang saat aku mulai memposisikan diri menjadi korbannya, pemilik kios dan lapak yang barang-barang dagangannya sudah tidak bisa lagi diselamatkan. Aku melihat barang-barang yang seharusnya menjadi penghasilan, hangus terbakar. Dan mulai merasa bingung, bagaimana ini?  Itu kalau aku jadi mereka. Kalau aku jadi mereka, aku tak kan pernah memperhatikan berita selanjutnya. Ya, karena berita buruk belum selesai.
Kalau berita pertama itu, Bandung yang dingin jadi panas, berita kedua Karawang yang panas menjadi dingin. loh? Banjir maksudnya.  Ratusan (atau puluhan ya?) hektar sawah terendam banjir. Kalau aku jadi petaninya, aku akan merasa sesak, dan mulai bingung, bagaimana ini? Itu kalau aku jadi petaninya. Kalau aku menjadi petaninya, aku tak kan pernah memperhatikan berita selanjutnya. Lagi-lagi, berita buruk belum selesai.
Bencana ketiga adalah…bencana korupsi. Lagi-lagi skandal bank century. Hmm…aku tak kan mencoba memposisikan diri menjadi orang-orang yang terlibat di dalamnya (amit-amit dah!). Disini, aku memposisikan diri menjadi diriku. Rakyat indonesia. Korbannya. Sesak bukan main.
Aku memposisikan diri menjadi diriku, yang menonton ribuan bencana di negeri ini. Yang mulai berpikir, apa penyebab semua ini? Seolah-olah tidak ada Rasulullah yang memandu manusia di negeri ini, seolah Qur’an tidak pernah sedikitpun menjejak di tanah ini.
Itu dia! Jangan-jangan, negeri ini tidak pernah mau nurut. Kapan negeri ini tunduk pada Allah? Kapan negeri ini menjadikan Rasulullah sang pembawa risalah dan orang-orang yang meneruskan risalah beliau, sebagai pemandu utama, dan Al-Qur’an sebagai perjalanannya, sebagai sebuah negeri? Bukankah ingin, negeri ini selamat di akhir nanti? Bukankah itu satu-satunya jalan?
Ya, kapan negeri ini pernah menurut pada Allah? Kita tahu pasti, tidak menurut pada Tuhan berarti menurut pada setan.
Ah, ya! Sang Penyiar lupa menyampaikan satu bencana besar.
Bencana besar ini adalah….bahwa Indonesia adalah pemegang rekor setan terbanyak di dunia!
Coba caja hitung, mulai dari pocong, kuntilanak, tuyul, jin ifrit, genderewo, kolor ijo, suster ngesot sampai suster keramas (btw, dokternya kemana ya? hhaha).
itu baru setan tipe jin. Belum sama setan tipe manusia kayak setan kelas dunia ini nih :
Kebayang dong, seterpuruk ini indonesia kita, tidak layakkah kalau kita menduga setanlah yang menyebabkan ini semua? Entah itu setan gaib ataupun berwujud. Yang terus mengikuti kepentingan pribadinya. Setan gaib punya kepentingan untuk ‘menambah teman di neraka’, dan setan yang berwujud punya kepentingan untuk ‘selamat dan sejahtera’ di dunia. KITA yang jadi korban. atau malah, kita yang jadi setannya??? iiih…Na’udzubillahimindzalik…amit-amit deh! aku masih mau masuk surga, sumpeh deh!
ya begitulah,,,Satu berita bencana pasti yang semestinya tak perlu lagi disampaikan oleh penyiar berita. Kiamat Sudah Dekat.
Oh, tapi semestinya tidak cuma itu yang harus kita perhatikan. Kematian Bisa Terjadi Kapan Saja. Kontribusi apa yang telah kita lakukan untuk menyelamatkan NEGERI ini di hadapan Allah?
Jatinangor, 18 januari 2010
Kabar buruk belum selesai…

Karena Permata Itu Dicari, Ukhti


Entah kenapa, akhir-akhir ini tampaknya bahasan ini mendominasi. Bagaimana kemuliaan wanita itu teraih dengan ‘melawan arus’ kebanyakan orang, saat semua orang berlomba-lomba menarik perhatian dengan menunjukkan keindahannya, seorang muslimah sejati menutupinya. Ketika kebanyakan muslimah sibuk dengan model jilbab terbaru, ia menjulurkan jilbabnya semakin panjang. Ketika mata kebanyakan wanita terpaut pada manisnya pria-pria korea, ia menundukkan pandangannya (loh? Hehe). Tidak salah. Jilbab, penampilan, tingkahlaku, hanya sedikit dari banyak factor penilaian kemuliaan seorang muslimah.
Maka siapkah, calon bidadari-bidadari surga ini, melawan arus yang satu ini?
Suatu ketika seorang akhwat masuk ke sebuah kampus, dalam waktu yang tidak lama ia segeram menjadi perbincangan seluruh aktivis kampus, termasuk di kalangan ikhwan. Karena apa? Ia adalah seorang akhwat yang memiliki wajah yang bisa dikatakan tidak terlalu mempesona kalau hanya melihat sekilas, tapi manis. Yang menarik adalah sikapnya yang santun, lembut, cerdas, baik hati dan tidak sombong, seorang aktivis kampus sejati dengan hafalan qur’an belasan juz, sangat menjaga diri dari interaksinya dengan lawan jenis, dan…berpenampilan paling rapi dibandingkan akhwat-akhwat yang lain di tempat itu. Ya, mereka menemukan seseorang yang baru, yang lain dari yang lain. Sosok akhwat dambaan ikhwan dan sosok ummahat dambaan ummat, sangat mencintai Allah dan RasulNya, juga memiliki ghirah yang luar biasa dalam perjuangan. Hmm…dia memang bidadari dunia. Jangankan ikhwan, sesama akhwat pun disamping akan iri, juga akan ikut berdebar bila berada di dekatnya. Segan. Subhanallah…
Tetapi, dirinya merasa risih dengan perbincangan seluruh aktivis kampus apalagi setelah diketahuinya tidak sedikit ikhwan yang memendam rasa padanya. Lantas dia bertanya-tanya dalam hatinya, dia sudah menjaga diri sebaik yang ia mampu, tetapi mengapa masih seperti ini? Ia sama sekali tidak pernah berniat ’menggoda’ dan ’menarik perhatian’. Seperti sudah bakat alaminya untuk eksis di suatu komunitas. Maka setiap kali ia teringat betapa orang-orang memperbincangkan dirinya, dan satu dua tiga ikhwan dan seterusnya mulai menyatakan minatnya, dia makin merasa risih hingga berniat menggunakan cadar dengan harapan akan mengurangi intensitas ’gangguan’.
Jika dibandingkan dengan kisah yang ini, jelas akan berbeda.
Seorang akhwat berada di kampus yang sama. Akhwat yang biasa. Tidak cantik, juga tidak terlihat manis. Mungkin jika dilihat lebih saksama akan terlihat garis-garis manis sekaligus keras di wajahnya. Aktivitasnya juga biasa. Mungkin iya sibuk sana sini, tapi tidak banyak yang tahu. Dia sama baik, sama santun, sama menjaga interaksi, tetapi dengan cara yang berbeda. Dia memperlakukan orang sesuai dengan karakternya sehingga seseorang yang berinteraksi dengannya akan merasa nyaman di dekatnya. Interaksi dengan lawan jenis pun berusaha senormal mungkin meski dia tetap meminimalisir interaksi untuk hal-hal yang tidak urgent. Dia sangat biasa. Tidak menjadi perbincangan, jelas. Sangat biasa, karena ia bukan pula aktivis yang terpandang di kampus atau lingkungan sekitarnya. Terkadang ia iri dengan akhwat pertama tapi, ia sangat mengaguminya. Tapi ia sadar betul, bukan itu yang ia cari. Ia tahu, Allah memandangnya. Ya, tidak banyak yang tahu, dia pun sama cinta pada Allah dan RasulNya, dan sama semangat dalam perjuangannya.
Apa yang berbeda? Ya jelas beda laaah….hehe
Memang tampaknya tidak terlihat ada yang tertarik pada akhwat kedua, seolah pandangan semua orang tertarik pada akhwat pertama.
Tapi terlihat ironis ketika akhwat kedua sibuk diuji dalam langkah strategi perjuangannya, akhwat pertama disibukkan dengan strategi mengatasi ’gangguan’ ikhwan, sesuatu yang sudah dijanjikan dan sudah dipastikan Allah ada untuk setiap manusia, disaat Islam, yang diperjuangkannya, terpuruk dan membutuhkan fokus lebih dari para pejuangnya. Mengapa seperti itu?
Mungkin banyak perbedaan diantara keduanya, tapi yang paling dominan disini adalah : Ke’mencolok’kan tingkah.
Akhwat pertama punya satu hal yang mungkin-bisa-disebut-kesalahan, yaitu terlalu mencolok dan siapapun bisa melihatnya. Sekilas ia memang bidadari dunia…tapi bidadari tidak dinikmati semua orang.
Kita tahu, bahwa setiap bagian dari wanita adalah keindahan, dari segi fisik, pemikiran, ruh, semuanya indah. Dan semua itu menggoda, termasuk tingkahnya. Kenapa keseluruhannya begitu menggoda? Karena pada keseluruhan wanita ada setan. Ada setan dalam setiap bagian wanita, bahkan dalam sms pun ada setannya.
Kalau wanita adalah permata, akhwat pertama ada di permukaan. Kilaunya memancar kemana-mana dan semua orang dapat menemukannya. Akhwat kedua, ia terkubur dalam-dalam, tertempa lebih keras di kedalaman, dan kilaunya memang terpancar keluar, tapi tidak semua dapat menemukan sumber kilauannya, tidak semua dapat menemukannya. Ia dilindungi Allah di kedalamannya.
Allah menjaganya lebih dari yang lain, dan hanya merelakannya ditemukan oleh orang yang luar biasa. Yang menemukannya bisa jadi biasa, tapi ia luar biasa, karena dapat menemukan sesuatu yang luar biasa pada sesuatu yang bisasa.
Permata yang tertempa lebih keras jauh lebih indah, bahkan di kedalaman pun kilaunya tetap memancar.
Ya, tidak semua orang dapat menemukannya. Yang menemukannya hanya yang luar biasa. Yakinlah ia luar biasa, ukhti, karena permata itu dicari.
Mungkin saja…mungkin…ini maksudnya ”yang baik untuk yang baik dan yang buruk untuk yang buruk.”
Jangan sampai kita merasa bertemu dalam kondisi yang sama, tapi tidak tahu sama baik atau sama buruk. Ukhti, kau bisa saja luar biasa, tapi hati-hati mendapatkan yang biasa, salah satu dari ribuan yang menaruh perhatian padamu.
Dua akhwat ini hanya satu contoh dari sekian banyak tipe ’muslimah idaman’ yang menarik perhatian banyak orang. Ke’mencolok’kan tidak selalu seperti ini.
Karena permata itu dicari, ukhti…
Teruntuk para ukhti : ayo fokus,,,temukan kedalaman dimana kau dilindungi olehNya. Ayo fokus! Din ini membutuhkan jejakmu lebih untuk tegak. Buktikan dan azamkan, kita tidak akan pernah cemas dengan apa yang telah dijanjikan Allah untukmu. Buktikan, bahwa masalah-sesuatu-yang-pasti ini tidak akan mengganggu konsentrasimu untuk terus bergerak. Ayo buktikan! Karena itu menentukan sedalam apa Allah akan menyimpanmu dan melindungimu. Dan menyelamatkanmu di hari Akhir nanti.
Teruntuk para Akhi : Tetap fokus! Karena itu yang menentukanmu menjadi seseorang yang biasa atau luar biasa. Seseorang yang luar biasa, adalah yang dapat menemukan sesuatu yang luar biasa pada sesuatu yang biasa. Hanya orang biasa yang tertarik pada sesuatu yang luarbiasa dan semua orang juga melihatnya luar biasa. Kau hanya menjadi orang biasa saat menjadi sama dengan banyak orang. Jangan pernah cemaskan sesuatu yang pasti ada untukmu. Tetap fokus! Perjuangan masih panjang. Kau akan menemukannya di perjalanan.^^v tetap maju.
Karena jalan ini tidak mungkin dapat ditempuh oleh orang-orang yang cemas akan masa depan rejeki dan kehidupannya
Hasan Al-Banna
Fokuskan langkah, pikiran dan hati. Katanya mau berjuang??? Jangan cemas. Dan jangan bahas lagi ini, geli ^^
Jangan cemas, karena Sang Cinta sudah menjanjikannya untukmu.
terinspirasi dari cerita dua orang sahabatku…
Wallahu’alam bish shawab

Sayyid Quthb : Kita Di Simpang Jalan


Sayyid Quthb. Beberapa pergerakan mengacu pada pemikirannya meski tak sepenuhnya sinkron. Seorang ulama dunia, luar biasa. Apalagi yang bisa kuungkapkan?
Lalu kucoba menyelami pemikirannya lewat tulisan-tulisan yang dibuatnya saat di kurungan. Penjara. Ya Allah…10 halaman saja, terasa berat. Tapi mengapa orang-orang begitu mudah ‘membaca’nya? Kucoba menelan setiap kalimatnya, kucoba memposisikan diri seperti beliau…lelah. Seperti tidak mendapati lagi perjuangan yang beliau dan muslim dunia segenerasinya lagi, perjuangan layaknya rasulullah berjuang. Perjuangan, dengan keyakinan dan gelora seperti….ini.
————————————————————————————————
DI SIMPANG JALAN

Sebuah pesan dari sedikit bagian ujung salah satu bukunya, Keadilan Sosial dalam Islam, terbitan Penerbit Pustaka tahun 1984, setelah uraian panjangnya tentang “keadilan social” yang mengganggu “keseimbangan alam”, memeperbaiki satu hal namun merusak banyak hal lain, tatanan dunia yang rusak.
Kini, kemana lagi kita menangkah?
Kita mesti berhenti sejenak untuk menanya diri kita dengan pertanyaan ini, agar kita dapat mengarahkan kehidupan kita sesuai dengan arah yang kita inginkan.
Dunia kita ini setelah mengalami dua perang dunia secara berturut-turut, terbagi dalam dua kutub : Kutub komunis di timur, dan kutub kapitalis di Barat (saat itu—red). Itulah yang terlihat pada lahirnya dan yang dapat diucapkan serta diakui dalam hati. Namun, kita meyakini bahwa perpecahan ini hanyalah sekedar bentuk luarnya semata dan bukan suatu hakikat; ia sekadar perpecahan yang didasarkan atas kepentingandan bukan atas prinsipia hanyalah pertempuran senjata dan perebutan ’pasar’, bukan perpecahan akidah dan konsepsi. Watak pola berpikir Eropa-Amerika dalam kenyataannya sama sekali tidak berbeda dengan pola berpikir Rusia. Kedua-duanya ditegakkan atas kekuasaan konsep materialisme dalam kehidupan ini. Dan apabila Rusia telah menjelma menjadi komunis, maka Eropa-Amerika sedang berada di tengah jalan menuju kesana, yang pada akhirnya akan sampai pula pada satu ujung yangbukan sama sekali tidak terbayangkan.
Tiada lain yang ada di belakang konsep materialisme yang kini sedang ditempuh barat, yang mengantarkan pada perebutan pasar dan kepentingan, yang mencampakkan keimanan dan mengingkari hakikat sesuatu ini selain sekedar fungsinya saja –seperti yabf dilakukan oleh pragmatisme—kecuali konsep komunis apabila suatu saat terjadi perubahan kondisi ekonomi di barat.
Sama sekali tidak terdapat perbedaan dalam watak konsep Amerika dan Rusia, yang ada hanyalah perbedaan tujuan ekonomis dan sosial. Yang menjadi pegangan kebanyakan orang Amerika adalah komunisme dan bukan konsep tentang kehidupan, yang bersumber interpretasi materialisme tentang alam, kehidupan dan sejarah, bahkan kesempatan memang terbuka di hadapan mereka bagi terciptanya suatu kelas kepitalis dan upah para pekerja pun terus membumbung tinggi seperti itu pula. Dan bila kapitalisme sudah mencapai puncaknya di Amerika, maka berhentilah peranan kaum monopolis, dan kebanyakan dari mereka akan merasa bahwa situasinya belum siap untuk menjadikan mereka sebagai kaum kapitalis, dan upah pun akan merosot disebabkan terhentinya kegiatan monopoli atau oleh sebab-sebab lain; dan kalau sudah demikian kaun pekerja amerika akan mengarah pada komunisme, sebab saat ini tidak ada yang membimbing mereka berupa pemikiran yang lebih tinggi dari materialisme maupun akidah priritual dan moral yang tinggi.
Oleh karenanya janganlah kita terkecoh untuk mengatakan bahwa akan terjadi benturan antara barat dan timur baik dalam skala kecil maupun besar : karena kedua-duanya tidak memiliki konsep apapun selain pandangan materialistis tentang arti kehidupan; watak kedua konsep itu memang mirip satu sama lain dan keduanya tidak akan bertentangan dalam masalah prinsip dan ideoliginya. Mereka hanya berebut kekayaan dan menguasai ’pasaran’! dan kitalah ’pasaran’ yang mereka perebutkan itu!!!
Adapun pertentang yang hakiki adalah pertentangan antara Islam melawan kedua kutub tersebut, Timur dan Barat sekaligus. Islam adalah kekuatan sejati yang menentang kekuatan materialisme yang dijadikan agama (din; aturan hidup) oleh orang-orang Eropa, Amerika dan Rusia (dan saat ini di seluruh dunia-red) tanpa ada bedanya sedikitpun. Islam memberi jaminan konsepsi yang seimbangtentang alam, kehidupan, dan manusia, dan menggantikan benturan-benturan serta antagonisme itu dengan solidaritas sosial, lalu menciptakan kehidupan spiritual yang bersambung dengan Sang Maha Pencipta dan mengatur arahnya di dunia ini. Ia tidak sekedar berhenti pada realisasi pemilihan kekayaan semata-mata,betapapun berusaha mencari kekayaan itu dianggap pula sebagai salah satu bentuk ibadah dalam islam.
Hakekatnya adalah bahwa agama-agama spiritual—dengan kristen pada barisan paling depan—menolak materialisme. Eropa-amerika, seperti halnya ia juga menolak komunisme Rusia, karena keduanya memiliki watak yang sama dan bertentangan dengan ide spiritual dalam kehidupan. Akan tetapi agama kristen –seperti yang saya lihat—tidak memiliki kekuatan positif dalam menghadapi pemikiran-pemikiran materialisme modern. Kristen adalah agama yang mengisolir diri dan pasif; ia tidak memiliki kekuatan untuk menumbuhkan kehidupan di bawah naungannya secara kontinu. Agama ini melaksanakan tugasnya hanya dalam lapangan-lapangan yang amat terbatas dari kehidupan manusia, sesudah itu ia tidak memiliki kemampuan apapun untuk mendorong kehidupan praktis dalam berbagai seginya. Bisa dimaklumi, karena agama ini hanya bersifat temporal yang terbatas untuk masa antara yahudi dan Islam. Maka ketika orang-orang Eropa memegangnya dalam menghadapi kondisi-kondisi historis tertentu, lemahnya agama ini dalam menghadapi perkembangan kehidupan yang terus-menerus berkembang, lalu ia mengisolasi diri dalam tembok-tembok gereja dan hati sanubari individu serta tidak melibatkan diri dalam kehidupan nyata, karena ia memang tidak memiliki kekuatan bersaing, berkembang, dan tumbuh.
Agama kristen, tak ayal lagi, tidak mampu menyertai sistem sosial-ekonomi yang berkembang tanpa henti, karena pada intinya ia tidak memiliki konsep yang jelas tentang kehidupandan kenyataan praktik hidup sehari-hari. Akan halnya islam, ia merupakan satu sistem universal yang lengkap. Di dalamnya terdapat sistem kepercayaan, syari’at, dan sistem sosial ekonomi yang ditundukkan melalui kesadaran hati nurani dan syari’at, yang menerima pertumbuhan dalam berbagai cabang dan bentukan-bentukan lainnya.
Islam menawarkan konsep yang lengkap-sempurna tentang alam, kehidupan dan manusia kepada seluruh umat manusia, yang mampu memenuhi segala kebutuhan konseptual. Ia menawarkan pula kepada umat manusia akidah yang kokoh-kuat dan tegas yang dapat memenuhi kebutuhan jiwa. Ia menawarkan kepada masyarakat asas perundang-undangan dan ekonomi yang mampu memenuhi kebutuhan praktis dan sistematis.
Islam menegakkan sistemnya atas asas ide spiritual tentang kehidupan yang bertentangan dengan pemikiran materialistis, dan membentangkan jalan yang diletakan atas asas unsur spiritual dan moral yang menolak ide : pragmatis yang dangkal. Oleh sebab itulah, secara nyata ia berbenturan dengan ideologi materialis yang berlaku di kedua kutub dunia—Timur dan Barat (maupun apapun yang berada diantara keduanya—red). Ia mengangkat kehidupan pada derajat yang lebih tinggi dari wawasan-wawasan sekular yang diagung-agungkan oleh Eropa, Amerika, dan juga Rusia (juga, saat ini, seluruh dunia, dan…kita—red).
* * *
Melalui uraian sepintas ini, jelaslah sudah bahwa kita yang berada di dunia islam amat membutuhkan rujukan bagi sikap kita seluruhnya. Tentang kehidupan, kita memiliki konsep universal dan terpadu yang jauh lebih tinggi dari pemikiran manapunyang dimiliki selurug dunia saat ini. Kita punya hal untuk mengemukakan ide-ide yang bertujuan menciptakan tolong-menolong kemanusiaan yang sempurna, toleransi sosial yang benar, dan bertujuan mengangkat nilai-nilai kehidupan yang bersumber dari Allah Swt! Jadi dengan demikian, posisi kita bukanlah menjadi pengikut kekuatan manapun, melainkan harus memegang kendali pimpinan!
Akan tetapi kita tidak dapat dengan mudah sampai pada posisi yang kita inginkan itu kecuali harus melalui pengorbanan demi kebaikan kita sendiri dan kebaikan seluruh umat manusia. Banyak beban yang mesti dipikul oleh kaum pemilik modal dan kelompok hartawan, akan tetapi pengorbanan dan beban itu tidak boleh tidak harus dipikul. Kita bisa memilih jalan Islam atau komunis tanpa ada alternatif lain menuju akhir. Eropa dan Amerika—dan kita—telah memilih jalannya sendiri dengan mengabaikan sistem Islam kita, dan keduanya, cepat atau lambat, akan menjelma menjadi komunis berdasar bahwa watak pola berpikir keduanya adalah sama; idenya tentang makna kehidupan ini adalah materialisme. Perbedaannya hanyalah di arus permukaan dan bukan dalam segi hakekatnya!
Para pemilik modal dan kaum hartawan pasti mengetahui apa yang diinginkan oleh komunisme, dan mereka pasti akan menghindari nama ini laksana orang primitif yang mendengar nama jindan setan!!  Oleh sebab itu hendaknya mereka menyadari bahwa tidak ada lagi yang bisa melindungi mereka dan menyelamatkan seluruh umat manusia ini kecuali Islam, yaitu din islam yang hakiki dan benar yang kami kemukakan beberapa diantara prinsipnya berikut contoh-contoh sistem dan jaminannya terhadap hati nurani dan harta kekayaan.
Sungguh, kita saat ini sedang berada di persimpangan jalan. Kita bisa menempatkan diri kita sebagai pengikut blok Barat yang menamakan dirinya kaumdemokratis!atau kembali kepada din kita—Islam, berhukum kepadanya dalam seluruh aspek kehidupan kita, spiritual, ideologi, sosial-ekonomi; berpegang dengan kuat kepada ajarannya, lalu menumbuhkan berbagai cabang kehidupan dalam batas-batas konsepnya yang sempurna dan terpadu, dan selanjutnya melaksanakan kewajiban-kewajiban yang diberikannya dalam hati sanubari maupun harta kekayaan kita.
Sungguh, kalau kita tidak lakukan semua itu sekarang, kita pasti tidak lagi dapat melakukannya pada masa-masa yang akan datang, sebab dunia yang sudah terkoyak-koyak oleh dua pernag yang berturut-turut itu, yang sudah ambruk akidahnya dan resah jiwanya serta terus menerus berada dalam pertentangan ideologi ini, betul-betul amat membutuhkan kita untuk memberikan akidah , sistem, dan konsep hidup Islam kita yang praktis dan religius ini. Kita tidak mungkin dapat memberikan hal itu sepanjang kita belum mampu membuktikannya dalam kehidupan kita sendiri sehingga seluruh dunia menyaksikannya sebagai suatu kenyataan yang hidup di dunia danbukan sebagai impian dan angan-angan kosong di alam utopia!
Kembali kepada Islam bukan berarti memberi kita semata-mata keadilan sosial dalam kehidupan kita dengan mengabaikan ketentraman dan kekokohan jiwa yang sedang kacau dan tidak memiliki prinsip dan tujuan hidup.
Akan tetapi dengan cara seperti ini ia akan memberikan keadilan sosial dari dalam dan pembentukan kondisi dari luar dan watak yang mandiri di dalam kehidupan bernegara yang akan menghadapi dua kekuatan dunia yang saling bertentangan, lalu menciptakan keseimbangan politik kenegaraan bagi kedua kekuatan raksasa itu.
Bahkan ia pun memberikan kepada seluruh dunia Islam dan membuka kesempatan untuk menciptakan keamanan dengan meningkatkan ketegangan yang akan mendorong pecahnya perang dunia yang baru, sehingga dengan demikian muncullah kekuatan ketiga yang mempunyai konsep tersendiri tentang arti kehidupan dan memiliki watak yang berbeda baik dengan pandangan Barat maupun Timur. Munculnya kekuatan ketiga diantara dua kekuatan yang telah ada inilah satu-ratunya cara terakhir untuk merealisasi keseimbangan internasional di dunia yang selalu diporak-porandakan oleh kedua kekuatan raksasa itu.
Dan kondisi yang ada sekarang ini sudah siap untuk itu dengan munculnya dua kekuatan besar Islam, Indonesia dan Pakistan serta dengan adanya kebangkitan dunia islam lainnya –baik di barat maupun di Timur.
Kepada Allah jualah kita tujukan semua amal ini
Dan kewajiban kita tiada lain berpegang kepada ajaranNya dan beriman sepenuhnya.
————————————————————————————————
SARA?????? Buang jauh-jauh dulu aturan itu. Kondisi dunia saat ini sudah sangat terkoyak-koyak untuk dijahit dengan sebuah benang tipis bernama SARA. Kondisi masyarakat Dunia yang terus berubah dan dinamis bukan alasan untuk tidak menciptakan tatanan dunia yang stabil dan selamat di hadapan Allah.
Pertanyaan-pertanyaan selanjutnya yang mungkin muncul adalah :
  1. bagaimana materialisme mewujud dalam ideologi barat dan timur, serta ideologi yang berada diantara keduanya (liberalisme/kapitalisme, sosialis/komunisme, dan demokrasi), yang sangat jelas bertentangan dengan Islam? Dan bagaimana kita harus memilih?
  2. Bagaimana kita mengikuti jalan Rasulullah menghadapi dua kekuatan ini, seperti layaknya beliau menghadapi kekuatan Romawi dan Persia? Bagaimana cara beliau meraih posisi islam sebagai pemimpin, saat makkah saat itu memang tidak mengkikuti Persia maupun Romawi, namun bukan islam?
  3. bagaimana kontribusi real kita dalam mewujudkan tatanan dunia yang seimbang dan stabil, yang bukan sekedar utopia?!!!
  4. ah…dan lain-lain deh.
Satu hal yang menggelitik, As-syahid Sayyid Quthb menganggap Indonesia sebagai kekuatan besar Islam, tapi pada faktanya, Indonesia pun materialistis. Hakikat hidup hanyalah materi. Jika bukan seperti itu, tidak akan ada carut marut negeri ini. Negeri ini sakit parah, kawan. Kau pun melihatnya.
Karena kita semua akan mati. Apa yang akan kita jawab nanti?
Terbersit mengiringi satu pertanyaan nyelekit,, ”Kenapa Islam Harus Ditegakkan?”