Wednesday, February 23, 2011

Hmm...

Untuk bikin SIM, sekarang mah pake ujian. Baguslah, seenggaknya ada kemajuan dikit soal ketegasan peraturan. Ya, pepatah ngaco yang beredar sekarang2 ini adalah peraturan dibuat untuk dilanggar. Entah sejarahnya darimana, yang jelas aku yakin masih banyak orang yang taat pada aturan, contohnya ya aku ini, hmm…narsis.

Ngomong2 soal test drive, ternyata malang nian nasib anak muda yang jarang ngelanggar peraturan (seenggaknya gak ngelanggar peraturan berat hehe> buat test drive. Ada test yang berhubungan dengan keseimbangan, konsentrasi, pengendalian, emosi dan sebagainya lah. Pertama kali test drive, tanpa pernah ke jalan raya misalnya. Seringkali keahlian2 itu didapat dari pengalaman mengemudinya. Orang yang jam terbangnya lebih tinggi tentu saja lebih bisa. Dan orang yang belum pernah punya SIM, untuk bisa atau untuk mengasah kemampuan mengemudi sebelum dites, tentu saja harus turun ke jalan. Dan turun ke jalan tanpa SIM, itu pelanggaran. Kesimpulannya, untuk bikin SIM harus melanggar peraturan dulu. Hmm…kesimpulan yang jelek. Jadi apanya yang salah?
Atau kita bikin kesimpulan yang lebih bagus. Setiap orang pasti pernah melakukan pelanggaran peraturan. Gimana?

Jadi, sebenarnya peraturan seperti apa sih yang harus ditaati? Oia, peraturan yang harus ditaati adalah peraturan yang terikat hukum, dan memang tidak ada yang salah dengan peraturan itu. Minimal itu semua menyangkut kepentingan dan keselamatan diri kita sendiri. Seseorang tidak akan melanggar jika dia sadar betul untuk apa aturan itu diciptakan dan sadar efek dari aturan itu akan seperti apa. Jadi, kira2 alasan apa yang membuat sebagian besar masyarakat Indonesia tidak punya kesadaran hukum?

’’Alah, kita punya aturan, punya hukum, tapi gak tegas. Udah mahal, lama, ribet pula… yah yang namanya manusia, kalaupun sadar, gak yakin bakal tahan sama yang gitu2annya,’’ kata seseorang. Cukup mewakili?

’’Toh, yang bikin manusia, gak naatin juga gak dosa, apalagi yang gak ada sangkut pautnya ama Yang Di Atas,’’ kata seseorang lagi.  Iya gituh?

Seorang lagi bilang, ’’padahal ada hukum di depan mata mereka yang bikin hukum, yang bener2 tegas kalo emang diterapin, dan sangat mengikat. Mudah, murah, cepet, dan yang pasti bikin kapok.’’ Iya juga sih….coba kita bandingkan. Misalnya ada orang mencuri. Pake hukum Indonesia.  Masuk ke pengadilan, disidang, bayar. Sidang ditunda, lama, bayar lagi. Sidang lagi, ditunda lagi, lama lagi, bayar lagi. Akhirnya divonis penjara misalnya 3 bulan. Lama. Dan selama itu, pemerintah harus ngasih si pencuri makan 3 x sehari dengan jatah normal agar tidak ada pelanggaran HAM, membatasi jatah makan orang. Keluar duit lagi. Jumlah tahanan kan gak dia seorang. Udah gitu, si pencuri masih juga nanggung dosa. Duit curiannya juga udah kemana. Satu lagi, GAK BIKIN KAPOK. Ya mau kapok gimana coba, dia nyuri karena kekurangan dana buat makan. Toh, di penjara juga dikasih makan. Lain kasusnya kalau dia punya keluarga untuk dinafkahi dan dia satu2nya tulang punggung. Kalau dia cerdas, dia pasti tahu gimana repot keluarganya kalau dia gak ada. Akhirnya, dia akan pikir panjang buat nyuri. Tapi, toh orang yang nyuri, apapun alasannya, selalu ada. Malah makin banyak gara2 naik BBM kemaren. Lho kok jadi ngebahas orang nyuri?

Perbandingan misalnya pake hukum yang di AlQuran. Ada orang nyuri, ketauan, disidang, ada saksi. Jatuhin hukuman. Sediain dokter, kumpulin orang2, hadirkan tersangka, potong tangannya, obatin, pulangin. Beres. Bikin kapok, dan dia pun udah gak nanggung dosa lagi. Selesai. Nah, sekarang, siapa yang mau dipotong tangannya coba?

’’kok ada ya hukum kayak gitu?’’ Ya namanya juga Tuhan, Dia pasti tahu karakter2 manusia seperti apa. Kalau dibikin hukum kayak gini, manusia bakal jadi kayak gimana, dan kalau dibikn hukum kayak gitu, manusia bakal jadi kayak gimana.
Itu baru soal nyuri. Dan Tuhan itu Maha Tahu SEGALANYA.

No comments:

Post a Comment