Wednesday, February 23, 2011

Bencana (lagi) : Pemusnahan Suatu Negeri???

Hari selasa minggu lalu (23/2/2010), bencana longsor terjadi di daerah dekat kita, Ciwidey, Kab. Bandung. Sementara itu, banjir masih merendam wilayah Dayeuh kolot, Rancaekek, dan wilayah-wilayah lain di sekitar kita. Ini baru di sekitar kita. Kalau ditotalkan seluruh Jawa Barat, atau lebih luasnya Pulau Jawa, atau lebih luas lagi Wilayah Indonesia Barat, atau jauuuh lebih luas lagi Seluruh Indonesia dari Sabang sampai Merauke, jumlah kejadian-kejadian ini akan membuat mulut kita menganga dan sulit ditutup kembali, atau akan membuat mata kita terbelalak dan tidak berkedip selama dua hari (lebay deeeh… ^^). Tapi itu bisa jadi kenyataan bagi teman-teman yang mata hatinya terbuka, makanya saya tidak cantumkan jumlahnya (selain karena gak keitung juga sih hehe). Betapa tidak? Coba kita bayangkan, ‘hanya’ longsor saja yamg jangkauannya mungkin hanya beberapa ratus meter namun terjadi di mana-mana, merenggut berapa banyak nyawa? Berapa banyak keluarga terlantar? Berapa banyak masa depan terbengkalai? Dan…berapa banyak anak tertekan? Belum lagi banjir yang semakin hari rekor ketinggian dan tingkat kerusakannya terus menerus ter’update’ dan terus terpecahkan. Bantuan demi bantuan pun tidak akan bersifat menyelamatkan dalam jangka panjang. Ini bukan masalah harta benda, tetapi keberlangsungan dan keberlanjutan bangsa ini baik di masa depan maupun di akhirat nanti. Dalam waktu yang tidak lama, Allah bisa saja menenggelamkan Indonesia kita tercinta ini. Belum lagi gempa bumi, tsunami, gunung meletus, badai, angin ribut, dll, masih mengantri setelah beberapa kejadian di negeri ini terjadi secara beruntun. Kalau di dunia saja begitu banyak penderitaan yang ’alam’ berikan pada bangsa ini, bagaimana nanti di akhirat?
Sahabat, pernah mendengar tentang negeri-negeri yang dimusnahkan, bukan? Tercantum jelas kisahnya di dalam Al-Qur’an, dan sangat banyak perumpamaannya. Ada Kaum Nuh yang ditenggelamkan dengan air bah alias banjir karena selama 950 tahun Nabi Nuh as mengajak mereka untuk menyembah Allah, mentaatiNya dan menjauhi semua laranganNya, siang dan malam, yang mengikutinya hanya berjumlah 40 orang. Ada pula kaum Nabi Saleh as yang ’disambar’ petir karena tidak menuruti perintah Nabi Saleh untuk tidak menyembelih sapi betina yang diamanahkan kepada mereka. Ada kaum ’Ad, kaum Nabi Hud as yang dihujani batu. Ada kaum Nabi Luth as, Kaum Sodom, yang dijungkirbalikkan Allah karena perbuatan mereka yang menyimpang dari kodrat ’alam’, menyukai sesama jenis dan tidak mentaati Allah dan RasulNya.
Betapa banyak negeri yang telah Kami binasakan, siksaan Kami datang (menimpa penduduk)nya pada malam hari, atau pada saat mereka beristirahat pada siang hari.”(QS. Al-’Araf : 4)
Sempat terdengar ungkapan seperti ini dari beberapa teman, ”Ah, tapi kan itu mah cerita jaman dulu, jaman sekarang gak kan ada yang kayak gitu…”. Kalau pernyataan ini sempat terbersit di pikiran sahabat, maka kita mesti menata ulang keyakinan kita, karena selayaknya kita tahu bahwa Al-Qur’an diturunkan untuk seluruh umat manusia sejak awal pengutusan Rasulullah kita tercinta Muhammad saw, sampai akhir jaman. Dan Allah mengadakan perumpamaan-perumpamaan ini dalam Al-Qur’an adalah sebagai peringatan, bahwa jika suatu umat/ bangsa/negeri memilih untuk mendurhakaiNya, maka resikonya adalah Azab, dunia dan akhirat. Dan jika suatu umat/bangsa/negeri memilih untuk mentaatiNya, maka resikonya adalah Rahmat (Kasih Sayang), di dunia dan di akhirat. Dan itu berlaku hingga akhir nanti. Bagaimana? Sudah tertata kembali? Baiklah…kita lanjutkan.
Lalu benarkah, apa yang terjadi di sini saat ini adalah Azab? Kondisinya saat ini adalah, hal-hal yang menyebabkan negeri-negeri diatas tadi dimusnahkan Allah itu semuanya ada di negeri kita! Orang-orang yang bandel, pemimpin-pemimpin yang mementingkan diri, orang-orang yang banyak membantah, homoseksual, free sex, dan lupa lagi saking banyaknya dan tidak sanggup berkata-kata (lebay lagiii ^^). Waduh, gimana nih?
Yang jelas, sahabat semua melihat dengan jelas bahwa yang terjadi saat ini pada sekitar kita bukan lagi karunia. ”Loh, bukannya setiap apa yang diberikan Allah kepada umat manusia adalah rahmat?” Memang. Namun Allah pun mengadakan tidak hanya rahmat, tapi juga azab. Satu contoh kecil, misalnya hujan. Hujan akan menjadi rahmat, saat jika hujan turun, tanah jadi gembur, ladang jadi subur, air bersih melimpah, rejeki panen melimpah, bahkan sebatang kayu pun bisa tumbuh menjadi pohon. Ketika dibandingkan dengan hujan yang terjadi sekarang, saat hujan turun, yang pertama kali kita pikirkan adalah banjir. Karena memang itulah yang terjadi. Ketika hujan turun, tanah jadi longsor, ladang dan sawah terendam, gagal panen, sekarang sebatang kayu yang ditanam tidak menjadi pohon tapi malah hanyut oleh banjir. Contoh lain misalnya angin. Angin akan menjadi rahmat, saat jika angin berhembus membawa kesegaran bagi makhluk-makhlukNya, membantu penyerbukan sehingga bunga-bunga bermekaran, menggerakkan layar-layar kapal di lautan. Tapi saat ketika angin datang sebagai azab, yang pertama kali terasa adalah gak enak badan, lalu menerbangkan atap-atap rumah, menumbangkan pohon-pohon, meneggelamkan kapal-kapal. Nah, kita sekarang melihat dengan jelas, yang manakah yang dominan terjadi di negeri kita saat ini, betul betul betul?
Dengan simpelnya ustadz Yusuf Mansyur pernah bilang, bahwa kalau ujian, setelah jatuh kemudian posisi kita naik. Tapi kalau azab, setelah jatuh kemudian terus susah.
Introspeksi yuk!
Pertanyaan selanjutnya adalah, apakah kita termasuk kedalam umat yang mendurhakaiNya, sehingga Allah menurunkan dominan Azab di negeri kita? Perasaan, solat jalan, zakat, puasa, naik haji juga oke, kok gitu sih? Apalagi kan, kita adalah negeri dengan umat islam terbanyak di dunia. Nah lho! Kenapa seperti ini?
Pertama, kita akan melihat dahulu bangsa ini, apakah mentaati Allah atau tidak. Pada dasarnya, Allah menciptakan Alam Semesta ini dengan keteraturan yang luarbiasa. Melenceng 1 mm saja, maka alam ini tidak akan berjalan dengan semestinya. Nah, manusia juga merupakan bagian dari Alam, jika pola tingkahnya sedikit melenceng, maka alam akan ikut rusak. Cukup logis, bukan? Namun, manusia diciptakan secara sempurna lengkap dengan akal dan nafsu, juga dengan keterbatasan dan gangguan syetan, sehingga Allah meluncurkan paket hidup praktis bagi manusia, yaitu Al-Qur’an. Ibaratkan alam semesta adalah suatu mesin keluaran terbaru sebuah pabrik, maka Al-Qur’an adalah guide book nya. Apa yang terjadi ketika kita menjalankannya tanpa guide book? Jalan sih jalan ya, tapi cepet rusak, iya gak?
”Barang siapa berbuat sesuai dengan petunjuk(Allah), maka sesungguhnya itu adalah untuk (keselamatan) dirinya sendiri; dan barang siapa tersesat, maka sesungguhnya (kerugian)itu bagi dirinya sendiri. Dan seseorang yang berdosa tidak dapat memikul dosa orang lain, tetapi Kami tidak akan menyiksa sebelum Kami mengutus seorang Rasul.” (QS Al Isra’ : 15)
Dari ayat tersebut, dengan jelas Allah mengungkapkan bahwa apa yang Allah turunkan adalah untuk keselamatan kita sendiri, dan siapa yang tidak mengikutiNya, maka kerugian itu bagi dirinya sendiri.  Maka, sebenarnya sudah jelas, bahwa kenapa manusia ’tampaknya’ mesti ’dikekang’ oleh al Quran, karena Allah maha Tahu kondisi ciptaannya, bahwa jika manusia melenceng, maka seluruh alam akan ikut melenceng. Juga, bahwa manusia adalah salah duanya makhluk yang bisa durhaka pada tuhannya (yang pertamanya setan ^^), artinya, yang berpotensi paling besar untuk melenceng dari aturan dan merusak dunia. Wah, padahal Allah mengamanahkan manusia untuk mengelola bumi tuh!
Sekarang, kita coba telusuri sebagian kecil ’penyimpangan’ manusia dari aturan Allah untuk alam ini. Apa coba? Pertama, penyimpangan akidah. Banyak orang yang mengaku Allah adalah Tuhannya, tetapi sebenarnya yang ia sembah adalah hawa nafsunya. Yang disebut Tuhan adalah sesuatu yang dicintai, dibergantungi, ditaati, dll. Artinya, semua apapun yang Tuhan bilang, bakal dituruti, apapun alasan atau ’pembenarannya’. Nah, contoh kecil nih, ketika kita tidak melakukan apa yang Allah bilang, sekecil apapun itu, maka sesungguhnya ada Tuhan lain dalam diri kita, yaitu ’keinginan’ kita untuk hidup semau kita. Hayooo…ngerasa gak tuh? Terserah gue dong, mau solat atau ngga, mau dijilbab atau ngga, mau puasa atau ngga, dosa dosa gue ini, ngurusin banget. Hmm..coba kita kaji perumpamaan ini.
Suatu bangsa itu seperti penumpang di sebuah kapal besar. Meski hanya satu orang yang punya hobi bikin lubang dimanapun ia berada, jelas, si kapal akan berlubang dan penumpangnya akan tenggelam semua, gak akan si satu orang itu saja yang tenggelam. Gak percaya? Contohnya saja, pemimpin kita punya hobi ’melubangi’ uang kas rakyat, yang ’tenggelam’ siapa coba? Pemimpin kita, bikin aturan semau-mau guesesuai kepentingan politiknya, siapa yang jadi korban? Wah, esmosi nih, hehe. Balik lagi ah!
Kedua, penyimpangan ibadah. Ibadah itu kan 1. niatnya benar, hanya karena Allah, 2. caranya juga benar, sesuai dengan yang ditunjukkan oleh Allah. Contoh kecil saja, ini soal kita. Kita, manusia, diciptakan untuk beribadah, iya kan? Tapi, tidak seluruh waktu kita untuk ibadah. Bukan berarti harus solat sepanjang waktu ataupun ibadah-ibadah ritual lainnya, tapi bagaimana kita mensetting diri kita agar seluruh waktu kita bernilai ibadah. Gimana caranya? Selama ini mungkin saja kita meniatkan kegiatan kita, kuliah, organisasi, dll itu untuk beribadah, tapi coba kita indentifikasi kembali, sesungguhnya ada kepentingan pribadi dibalik itu semua. Ingin sejahtera hidupnya dan tidak kekurangan suatu apapun (masa depan), ingin punya kedudukan diantara teman-teman (eksistensi), punya profesi yang jelas, menyibukkan diri saja, dll. Caranya mungkin saja tidak salah, meskipun niat di mulut itu adalah untuk ibadah, mari tanya hati kecil masing-masing. Ibadah, itu sepenuhnya hanya untuk Allah, tidak ada kepentingan yang lain. Bukan tidak boleh bercita-cita, tapi jadikanlah itu nomor sekian. Allahlah yang nomor 1.
Ketiga, penyimpangan akhlak. Wuiiih! Ini sih jelas ya. Penyimpangan akhlak ini sesungguhnya dibentuk karena adanya penyimpangan akidah dan ibadah tadi. Artinya, ketika akidah dan ibadahnya lurus, maka akhlak akan secara otomatis mengikuti, meskipun tidak menutup kemungkinan yang akhlaknya baik pun ibadah dan akidahnya bisa jadi tidak lurus.
Pada intinya, kehidupan kita sebagai bangsa belum sesuai dengan apa yang Allah perintahkan. Fungsi Islam sebagai Ideologi bangsa, sebagai konsep politik, ekonomi, sosial, budaya, pertahanan dan keamanan tidak berjalan sebagaimana mestinya. Apa dampak dari semua ini? Kerusakan alam tentunya, baik yang disebabkan oleh manusia itu sendiri, maupun yang memang Allah sengaja turunkan. Banjir, longsor, gempa, ah…sudah banyak kita uraikan tadi tentang bencana-benana ini. Belum lagi kerusakan pola tingkah manusia. Korupsi, free sex, pencurian, pembunuhan, pemerkosaan, trafickking, segala macam kriminalitas. Kemunduran tingkat kesejahteraan, kemunduran kualitas masyarakat, degradasi moral, hukum yang lemah. Belum lagi wabah dimana-mana. Demam berdarah, liver, hidrocepalus, infeksi saluran pernapasan dan penyakit kulit, penyakit kaki gajah yang begitu merajalela, kelainan hati pada beberapa bayi, dan berbagai penyakit lain. Rasanya setan tidak lagi makhluk halus, tetapi sudah berwujud manusia. Kemajuan yang ada tidak sebanding dengan kerusakan yang terjadi.
dan jika Kami hendak membinasakan suatu negeri, maka Kami perintahkan kepada orang yang hidup mewah di negeri itu (agar mentaati Allah ), tetapi bila mereka melakukan kedurhakaan di dalam (negeri) itu, maka sepantasnya berlakulah terhadapnya perkataan (hukuman Kami), kemudian kami binasakan sama sekali (negeri itu)” (QS Al Isra’ : 16)
Orang yang hidup mewah, dalam hal ini adalah orang-orang yang berpengaruh di dalam suatu negeri, pemimpin-pemimpin kita. Pemimpin-pemimpin yang taat pada Allah, adalah pemimpin-pemimpin yang menjalankan apa yang diperintahkan Allah, yaitu yang menjadikan Islam sebagai Rahmatan lil ‘Alamin, sehingga tidak terjadi kerusakan di bumi. Realitasnya? Pemimpin-pemimpin kita berkelompok-kelompok dengan segala kepentingannya masing-masing, yang ‘untuk rakyat’, bukan untuk menjadikan Islam sebagai rahmatan lil ‘alamin.
“Ikutilah apa yang diturunkan kepadamu dari Tuhanmu, dan janganlah kamu ikuti selain Dia sebagai pemimpin. Sedikit sekali kamu mengambil pelajaran. Betapa banyak negeri yang telah Kami binasakan, siksaan Kami datang (menimpa penduduk)nya pada malam hari, atau pada saat mereka beristirahat pada siang hari.” (QS. Al-’Araf : 3-4)
Harus bagaimana kita?
Diam saja? Eit…liat nih.
“Maka pasti akan Kami tanyakan kepada umat yang telah mendapat seruan (dari rasul-rasul) dan Kami akan tanyai (pula) para rasul,” (QS Al’Araf : 6)
Yang kedua, yang mesti kita introspeksi adalah, diri kita. Sejauh mana kita mentaati Allah dan RasulNya? Sejauh mana kita menggunakan waktu kita untuk ibadah kepadaNya? Sejauh mana kita memperingatkan ‘penumpang kapal yang hobinya ngelubangin kapal’? atau mungkin, sejauh mana keinginan kita untuk menjalanjan Islam secara totalitas? Sejauh mana kita menginginkan Islam sebagai rahmatan Lil Alamin???
Karena kerusakan yang ada saat ini, bisa jadi karena kita sendiri. Kalaupun tidak, kita pun bukan berarti aman. Ayat diatas bilang kalau umat yang telah mendapat seruan, yang sudah tahu, pasti akan ditanya. Bukan “kenapa tidak membantu?” … tapi …“kamu ngapain aja ? kenapa bisa jadi seperti itu??”
Dan kalau kita tidak bisa menjawab, kita ikut nyebur juga nih ke neraka! Naudzubillahi min dzalik! Jadi kalau memang kondisi yang ada itu karena dosa kita, jangan coba cari solusi, tapi benar-benar bertaubat sama Tuhan. Bertaubat itu memunta ampun dan tidak lagi mengulanginya serta terus merevolusi diri, iya kan?
So, u know what u have to do! Ayo mulai merevolusi diri, jadikan Islam sebagai keseluruhan hidup kita, agar kita bisa menjawab nanti di akhirat. Selamat bekerja keras ^^…
Untuk bumi yang kita pertanggungjawabkan
dan untuk surga yang kita dambakan…

No comments:

Post a Comment