Friday, November 7, 2014

Sayyid Quthb: Tentang "Laa ilaha illallah"

Hanya dari segi bahasa, bangsa arab telah memahami arti kalimay "ilahun" (tuhan) dan memahami pula arti "laa ilaha illallah". Mereka memahami bahwa mengesakab ketuhanan dan mengesakan Allah swt berarti mengembalikan kekuasaan/kerajaan yang 'dirampas' oleh kepala gereja, kepala suku, kepala pemerintahan, dan hakim-hakim kepada Allah swt. Kekuasaan ini meliputi kekuasaan batin (kecintaan), kekuasaan lahir (ketaatan), kekuasaan urusan penghidupan, kekuasaan harta benda, kekuasaan hukum, dan kekuasaan jiwa dan raga.
Mereka semua mengerti bahwa "laa ilaha illallah" merupakan kudeta atas kekuasaan di bumi, hasil rampasan dari kekuasaan Allah. Mereka juga mengerti bahwa kalimat ini berarti kudeta atas aturan-aturan yang dibuat atas dasar kekuasaan perampasan tersebut, serta usaha untuk keluar dari kekuasaan yang memerintah dengan syari'at buatan mereka yang bertentangan dengan syari'at dari Allah swt.
Hal ini tidak asing bagi bangsa arab sebab mereka mengerti betul bahasa mereka sendiri, mengerti betul maksud hakiki dari dakwah kalimat "laa ilaha illallah", juga mengerti arti kalimat ini terkait aturan-aturan yang mereka jalani, kedudukan, dan kekuasaan mereka.
Karena itulah, mereka menanggapi dakwah "laa ilaha illallah" dengan ganas.
(Sayyid Quthb, Rambu-Rambu Jalan Bagi Orang Beriman, hal. 25)
***
Jika makna laa ilaha illallah yang sebenarnya adalah demikian, seperti yang dipahami oleh bangsa arab, apakah maknanya menjadi berbeda pada bangsa lainnya?
image
Bandung, 27 Oktober 2013

No comments:

Post a Comment